JAKARTA - Kebijakan upah minimum Korea Selatan kembali mencuri perhatian, kali ini dengan pendekatan kolaboratif yang berhasil mencatat sejarah. Pemerintah Negeri Ginseng menetapkan upah minimum untuk tahun 2026 sebesar 10.320 won per jam, atau sekitar Rp122.000 per jam (dengan asumsi kurs Rp118 per 1 won). Ini menandai kenaikan sebesar 2,9 persen dari upah minimum tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 10.030 won.
Nilai tersebut bukan sekadar angka, melainkan simbol dari proses dialog yang matang dan keterlibatan semua pihak. Penetapan ini mencerminkan kesepahaman lintas sektor dalam memperjuangkan kesejahteraan pekerja, tanpa mengabaikan kelangsungan dunia usaha. Fakta bahwa kesepakatan ini tercapai secara konsensus merupakan pencapaian tersendiri dalam sejarah ketenagakerjaan Korea Selatan, karena terakhir kali terjadi pada tahun 2008.
Proses Penetapan yang Mencerminkan Keseimbangan
Langkah pemerintah Korea Selatan menetapkan upah minimum ini didasarkan pada keputusan Dewan Upah Minimum yang digelar dalam rapat pleno ke-12 di Kompleks Pemerintahan Sejong pada 10 Juli. Forum ini mempertemukan perwakilan dari tiga unsur penting: buruh, pengusaha, dan unsur publik.
Khusus tahun ini, prosesnya disebut-sebut berjalan lebih kondusif. Meski perbedaan pandangan sempat mencuat selama diskusi-diskusi awal, semua pihak akhirnya mencapai titik temu. Konsensus ini menciptakan angin segar dalam dunia ketenagakerjaan Korea Selatan yang selama ini dikenal penuh dinamika, terutama ketika membahas persoalan upah minimum.
Menurut laporan resmi Korea.net, kesepakatan ini memiliki makna simbolis dan praktis sekaligus. Secara simbolis, ini menunjukkan iklim dialog yang sehat. Secara praktis, angka yang ditetapkan diyakini mampu memberikan perlindungan dasar bagi pekerja bergaji rendah, sekaligus tetap mempertimbangkan beban finansial para pelaku usaha.
Dampak bagi Pekerja dan Dunia Usaha
Dengan asumsi jam kerja standar 209 jam per bulan, upah minimum bulanan pada 2026 diperkirakan mencapai KRW 2.156.880, atau sekitar Rp25,5 juta. Jumlah ini tentunya menjadi kabar baik bagi pekerja di sektor-sektor yang mengandalkan upah minimum sebagai sumber pendapatan utama.
Dewan Upah Minimum memproyeksikan bahwa sekitar 782.000 pekerja akan secara langsung terdampak oleh kenaikan ini, setara dengan 4,5 persen dari total tenaga kerja. Namun, angka ini bisa melonjak signifikan jika merujuk pada studi tambahan yang mempertimbangkan cakupan populasi angkatan kerja secara lebih luas. Berdasarkan pendekatan itu, jumlah pekerja terdampak bisa mencapai 2,9 juta orang, atau sekitar 13,1 persen dari total angkatan kerja.
Di sisi lain, sektor dunia usaha juga disebutkan mendapat perhatian dalam proses perumusan. Kenaikan yang moderat ini diharapkan tidak akan membebani pelaku usaha secara berlebihan, mengingat tren pertumbuhan ekonomi yang masih dalam fase pemulihan pascapandemi dan tekanan inflasi global.
Kepastian Regulasi dan Jadwal Pemberlakuan
Sebagai bagian dari prosedur hukum, keputusan Dewan Upah Minimum ini selanjutnya akan diajukan ke Kementerian Ketenagakerjaan Korea Selatan. Pemerintah diharuskan mengesahkan dan mengumumkan ketetapan ini paling lambat pada 5 Agustus 2025.
Setelah resmi disahkan, upah minimum baru ini akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026. Masa transisi ini memberikan waktu bagi dunia usaha untuk melakukan penyesuaian, sekaligus memastikan pelaksanaan berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
Undang-Undang Upah Minimum di Korea Selatan memang menetapkan mekanisme yang transparan dan terstruktur dalam penetapan serta pelaksanaan kebijakan upah. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas di pasar tenaga kerja sekaligus meningkatkan kualitas hubungan industrial.
Harapan terhadap Iklim Sosial dan Ekonomi
Keputusan bersama yang berhasil diraih tahun ini diharapkan menjadi model baru dalam pengambilan kebijakan ketenagakerjaan. Dengan keterlibatan aktif seluruh pemangku kepentingan dan semangat saling menghargai posisi masing-masing, kebijakan ini menjadi cerminan dari kematangan demokrasi sosial di Korea Selatan.
Situasi ini juga membuka ruang bagi terbentuknya iklim kerja yang lebih harmonis di masa depan. Para pengamat memandang bahwa keberhasilan mencapai konsensus kali ini bisa memberikan efek domino positif, termasuk dalam hal perundingan upah di level sektoral atau perusahaan.
Dari sisi buruh, keputusan ini dipandang sebagai bentuk pengakuan terhadap hak dasar mereka atas penghidupan yang layak. Sementara dari perspektif pengusaha, kenaikan yang tidak terlalu drastis ini dianggap masih dalam batas toleransi, serta tidak mengganggu rencana bisnis jangka panjang.
Keseimbangan antara perlindungan terhadap pekerja dan keberlanjutan usaha menjadi sorotan utama dalam diskusi publik setelah keputusan ini diumumkan. Banyak pihak memuji langkah inklusif yang diambil oleh Dewan Upah Minimum, karena dinilai memberikan jalan tengah yang adil bagi semua.