JAKARTA - Kunjungan miliarder asal Amerika Serikat (AS), Ray Dalio, ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa (30 September 2025) menjadi sorotan publik. Pertemuan dengan Presiden RI Prabowo Subianto berlangsung di tengah ramainya isu seputar status Dalio di tubuh lembaga sovereign wealth fund (SWF) Indonesia, Danantara. Kehadirannya sekaligus menjadi sinyal bahwa relasi Dalio dengan pemerintahan Prabowo masih terjalin erat, meski sempat muncul kabar dirinya batal masuk ke dalam jajaran resmi Dewan Penasihat Danantara.
Makan Siang di Istana dan Sikap Tertutup Pemerintah
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Brian Yuliarto, mengonfirmasi bahwa ia turut mendampingi Presiden Prabowo dalam jamuan makan siang bersama Ray Dalio. Namun, ketika ditanya mengenai topik pembahasan, Brian enggan memberikan detail.
“Tadi hanya temani Pak Presiden ada tamu, Pak Ray Dalio,” ujar Brian di Istana. Ia menambahkan, pihak yang paling mengetahui substansi pertemuan adalah jajaran Danantara. “Nanti Pak Menko. Danantara dan Menko tadi yang lebih…,” ucapnya singkat.
Sikap tertutup ini justru menambah rasa penasaran publik terkait arah hubungan Ray Dalio dengan Indonesia, khususnya setelah muncul isu bahwa ia batal bergabung secara formal dengan Dewan Penasihat Danantara.
Klarifikasi Ray Dalio: Tetap Dukung Indonesia
Spekulasi mengenai posisi Ray Dalio di Danantara akhirnya dijawab langsung oleh investor kawakan tersebut. Dalam pernyataan resmi yang dirilis manajemen Danantara, Dalio menegaskan bahwa dirinya masih berkomitmen mendukung lembaga tersebut dan misi yang diusung Presiden Prabowo.
“Saya tetap menjadi pendukung setia misi Danantara Indonesia,” ujar Ray Dalio dalam rilis yang dikutip dari Danantara.
Ia menegaskan, meski namanya tidak masuk dalam struktur kepengurusan resmi, keterlibatannya sebagai penasihat informal tetap berjalan. Dalio menyampaikan bahwa segala masukan dan nasihat yang ia berikan kepada Danantara maupun langsung kepada Presiden Prabowo bersifat sukarela.
“Keterlibatan saya sebagai penasihat tetap sama, dan tidak berubah, bersifat sukarela, dan tidak dibayar. Danantara Indonesia sepenuhnya menghormati serta menghargai kontribusi tersebut,” jelasnya.
Isu Mundur dan Fakta Sebenarnya
Isu bahwa Dalio batal menjadi Dewan Penasihat sempat mencuat sejak pertengahan 2025. Mengutip laporan Kontan pada Rabu (4 Juni 2025), disebutkan bahwa Dalio memang tidak masuk ke struktur resmi Danantara. Namun, langkah tersebut bukan berarti ia benar-benar mundur, melainkan memilih jalur berbeda: sebagai penasihat informal.
Model hubungan semacam ini bukan hal baru dalam dunia investasi global. Banyak investor atau tokoh keuangan internasional yang lebih nyaman menjadi penasihat non-formal agar tetap fleksibel dalam memberikan masukan, tanpa harus terikat pada aturan kelembagaan yang kaku.
Dalam konteks Indonesia, posisi ini dapat memberi keleluasaan bagi Dalio untuk tetap menjaga kedekatan dengan Presiden Prabowo sekaligus mendukung misi pembangunan melalui Danantara.
Danantara dan Misi Besar Indonesia
Danantara, sebagai lembaga SWF bentukan Presiden Prabowo, diharapkan menjadi mesin baru dalam mengelola investasi jangka panjang Indonesia. Dengan dukungan figur-figur kelas dunia seperti Ray Dalio, kepercayaan investor global terhadap Danantara tentu bisa meningkat.
Dalio sendiri bukan nama asing di dunia investasi. Ia dikenal sebagai pendiri Bridgewater Associates, salah satu hedge fund terbesar di dunia. Kehadirannya, meski hanya sebagai penasihat informal, tetap dianggap strategis dalam membuka jaringan dan memberi perspektif global terhadap arah kebijakan investasi Indonesia.
Pertemuan yang Sarat Makna Politik dan Ekonomi
Pertemuan Ray Dalio dengan Prabowo di Istana tidak bisa dilepaskan dari konteks politik dan ekonomi yang lebih luas. Di satu sisi, ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin memberi sinyal bahwa hubungan dengan tokoh-tokoh penting dunia tetap terjaga. Di sisi lain, Dalio juga berkesempatan mengklarifikasi langsung bahwa dirinya tidak benar-benar “mundur” dari Danantara, melainkan tetap terlibat dengan peran berbeda.
Bagi Indonesia, dukungan Dalio tentu bukan hanya soal simbol, melainkan juga membuka peluang besar untuk memperluas jejaring investasi global. Apalagi, di tengah persaingan ketat antarnegara dalam menarik aliran modal asing, nama besar seperti Dalio bisa menjadi “jembatan” yang menghubungkan Indonesia dengan para pemain besar di sektor finansial internasional.
Meski status Ray Dalio sebagai penasihat formal di Danantara urung terealisasi, kedekatannya dengan Presiden Prabowo dan dukungannya terhadap misi lembaga tersebut tetap terjaga. Pertemuan di Istana pada akhir September 2025 mempertegas bahwa hubungan kedua pihak tidak terputus, melainkan terus berjalan dalam format yang lebih fleksibel.
Keterlibatan Dalio, meskipun bersifat informal, diyakini tetap memberi nilai strategis bagi Indonesia. Kehadirannya bukan sekadar simbolik, melainkan juga bisa memperkuat posisi Danantara di mata dunia sebagai lembaga investasi yang serius dan kredibel.