JAKARTA - Di tengah sorotan publik atas rencana pengambilalihan mayoritas saham oleh perusahaan asal China, kinerja keuangan PT Koka Indonesia Tbk. (KOKA) justru menunjukkan tren yang kurang menggembirakan. Emiten jasa konstruksi ini melaporkan penurunan tajam dalam penjualannya selama semester I/2025, yang sekaligus menjadi sinyal tantangan besar bagi perusahaan menjelang proses akuisisi.
Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (1 Oktober 2025), KOKA mencatatkan penjualan sebesar Rp9,57 miliar pada paruh pertama tahun ini. Angka tersebut anjlok 77,74 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp43 miliar.
Pendapatan tersebut seluruhnya berasal dari jasa konstruksi, dengan kontribusi terbesar berasal dari PT Delonix Charlie Investment sebesar Rp6,76 miliar, serta PT Karunia Permai Sentosa sebesar Rp2,22 miliar.
Rugi Bersih dan Penurunan Aset
Anjloknya pendapatan berimbas langsung pada kinerja laba rugi KOKA. Perusahaan mencatatkan rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp17,69 miliar sepanjang semester pertama 2025. Kondisi ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya ketika KOKA masih mampu membukukan laba bersih Rp2,36 miliar.
Di sisi lain, perusahaan juga mencatat berbagai beban operasional. Beban pokok penjualan tercatat mencapai Rp19,26 miliar, sementara beban administrasi dan umum sebesar Rp6,93 miliar, beban keuangan mencapai Rp113,71 juta, serta beban lain-lain sebesar Rp704,34 juta.
Secara neraca, total aset KOKA per 30 Juni 2025 tercatat Rp194,24 miliar, turun dari Rp217,95 miliar pada akhir 2024. Total ekuitas perusahaan mencapai Rp162,2 miliar, sedangkan total liabilitas berada di angka Rp32,03 miliar.
Rencana Akuisisi oleh Ningbo Lixing
Kinerja yang menurun ini semakin menjadi perhatian karena terjadi bersamaan dengan kabar rencana akuisisi mayoritas saham KOKA oleh Ningbo Lixing Enterprise Management Co. Ltd. (NLEM), perusahaan asal China.
Dalam keterbukaan informasi pada 16 September 2025, Direktur Utama KOKA Gao Jing menyampaikan bahwa Ningbo Lixing berencana mengakuisisi 63,5 persen saham yang disetor dan beredar.
Jika akuisisi ini terlaksana, maka Ningbo Lixing akan menjadi pemegang saham pengendali baru di KOKA. Namun langkah ini menimbulkan kontroversi karena dinilai melanggar komitmen lock-up saham dalam prospektus IPO, yang mewajibkan pengendali utama mempertahankan kepemilikan minimal selama lima tahun sejak Oktober 2023.
Pelanggaran tersebut membuat BEI mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham KOKA sejak 18 September 2025.
Klarifikasi dan Status Akuisisi
Menanggapi situasi tersebut, Sekretaris Perusahaan Koka Indonesia Muhammad Fikri Adzkiya memberikan klarifikasi kepada BEI. Ia menjelaskan bahwa rencana akuisisi oleh Ningbo Lixing masih bersifat non-legal binding atau belum memiliki dasar hukum yang mengikat.
“Rencana akuisisi perseroan oleh Ningbo Lixing masih dalam tahap rencana dan pembahasan lebih lanjut dan sampai hari ini belum memiliki dasar hukum yang bersifat mengikat (non-legal binding),” jelas Fikri.
Fikri juga menegaskan bahwa jumlah saham yang akan diakuisisi, yakni 63,5 persen, belum final. Pihaknya dan Ningbo Lixing telah memahami aturan terkait kewajiban lock-up pengendali utama Gao Jing.
“Dengan ini kami klarifikasi bahwa kehadiran NLEM tidak serta merta sebagai pengendali baru tunggal menggantikan pengendali lama, tetapi hadir bersama dengan pengendali lama yang telah ada,” ujarnya.
Apabila proses akuisisi telah mendapat persetujuan dari BEI maupun otoritas terkait, maka pemilik manfaat dan pengendali KOKA akan dipegang bersama oleh Gao Jing dan Ningbo Lixing.
“NLEM juga telah menyatakan kesediaannya untuk melakukan lock up bersama-sama dengan pengendali utama perseroan saat ini yakni Gao Jing,” tambah Fikri.
Suspensi Dicabut, Saham KOKA Kembali Diperdagangkan
Setelah penjelasan tersebut, BEI akhirnya memutuskan untuk mencabut suspensi perdagangan saham KOKA. Per 26 September 2025, saham perusahaan kembali bisa diperdagangkan di pasar bursa.
Meski begitu, investor masih mencermati dua faktor besar yang dapat mempengaruhi masa depan emiten ini:
Proses akuisisi oleh Ningbo Lixing yang belum mencapai kesepakatan final.
Tren penurunan kinerja keuangan yang signifikan, termasuk anjloknya pendapatan dan pergeseran posisi laba menjadi rugi.
Prospek dan Tantangan ke Depan
Kondisi KOKA saat ini mencerminkan tantangan ganda: menjaga kinerja keuangan tetap stabil di tengah ketidakpastian bisnis serta mengelola transisi kepemilikan saham agar tidak menimbulkan gejolak lebih besar di pasar modal.
Para analis menilai, jika akuisisi oleh Ningbo Lixing berjalan lancar dan sinergi bisnis dapat terealisasi, maka KOKA memiliki peluang untuk memperkuat struktur permodalan dan memperluas proyek konstruksi ke pasar internasional. Namun jika tidak, tekanan keuangan dan volatilitas saham dapat terus berlanjut hingga akhir tahun.
Kinerja keuangan yang melemah menjadi sinyal bahwa PT Koka Indonesia Tbk. tengah berada dalam fase penting. Di satu sisi, peluang kolaborasi strategis dengan perusahaan asing membuka jalan menuju ekspansi. Namun di sisi lain, penurunan pendapatan, potensi pelanggaran lock-up, serta ketidakpastian akuisisi menjadi tantangan nyata yang perlu segera ditangani.
Dengan keputusan BEI mencabut suspensi, langkah KOKA kini berada di tangan manajemen dan calon pengendali baru. Keberhasilan mengelola transisi ini akan menentukan arah masa depan perusahaan di tengah dinamika industri konstruksi yang semakin kompetitif.