KFC Indonesia Perkuat Bisnis Usai Modal Baru Grup Salim

Jumat, 03 Oktober 2025 | 15:54:10 WIB
KFC Indonesia Perkuat Bisnis Usai Modal Baru Grup Salim

JAKARTA - Perubahan kepemilikan saham dan masuknya investor strategis kembali menjadi sorotan dalam perjalanan PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST), pengelola waralaba restoran KFC di Tanah Air. 

Setelah menerima tambahan dana dari Grup Salim serta keluarga Haji Isam, perusahaan mulai menyiapkan strategi baru guna memperbaiki kinerja yang masih tertekan. Suntikan modal ini dipandang sebagai momentum penting, mengingat bisnis restoran cepat saji tersebut sedang berusaha keluar dari tekanan rugi bersih dan menurunnya daya beli masyarakat.

Perubahan Komposisi Saham Usai Private Placement

Direktur Fast Food Indonesia, Wachjudi Martono, menjelaskan bahwa suntikan dana telah dilakukan melalui mekanisme private placement tahun ini. FAST menerbitkan 533,33 juta saham baru dengan harga Rp150 per lembar. Dari jumlah tersebut, Grup Salim lewat PT Indoritel Makmur Internasional Tbk. (DNET) mengambil bagian sebanyak 266,66 juta saham. Dengan langkah itu, kepemilikan Indoritel meningkat dari 35,84% menjadi 37,51% atau bertambah 1,67%.

Sisanya dibeli PT Gelael Pratama, sehingga porsi kepemilikannya naik dari 40% menjadi 41,18%. Konsekuensi dari aksi korporasi tersebut adalah penurunan porsi kepemilikan investor lain, seperti BBH Luxembourg yang turun dari 7,9% menjadi 6,97%. Porsi saham publik pun berkurang dari 16,18% menjadi 14,27%, sementara saham treasuri sedikit tergerus dari 0,08% ke 0,07%.

Masuknya Keluarga Haji Isam lewat Divestasi JAI

Selain dukungan Grup Salim dan Gelael, FAST juga memperoleh sokongan dari anak Haji Isam. Hal itu dilakukan melalui divestasi sebagian saham anak usaha FAST, yakni PT Jagonya Ayam Indonesia (JAI), kepada PT Shankara Fortuna Nusantara (SFN).

“Mereka [anak dan menantu Haji Isam] memang benar jadi bagian shareholder dari anak usaha FAST. Kami punya anak usaha untuk membangun integrasi peternakan ayam di Banyuwangi. Itu yang kami katakan akan beroperasi penuh di akhir 2026,” ujar Wachjudi dalam public expose.

SFN, yang bergerak di bidang perdagangan besar daging ayam dan produk olahan, dimiliki oleh Putra Rizky Bustaman (45%), Liana Saputri (45%), serta Bani Adityasuny Ismiarso (10%). Liana Saputri merupakan anak Haji Isam, sedangkan Putra Rizky adalah menantunya. Perusahaan ini didirikan pada akhir tahun lalu dan kini resmi menjadi pemegang saham JAI.

FAST menjual sebanyak 41.877 lembar saham seri A kepada SFN dengan nilai transaksi Rp54,44 miliar. Setelah divestasi, kepemilikan FAST di JAI terdilusi dari 70% menjadi 55%.

Kinerja Masih Tertekan, Rugi Menyusut

Meski telah mendapat sokongan modal, perjalanan bisnis FAST masih penuh tantangan. Pada semester I/2025, perusahaan mencatat rugi bersih Rp138,75 miliar. Meski demikian, angka ini lebih baik dibandingkan kerugian periode yang sama 2024 sebesar Rp348,83 miliar. Dari sisi pendapatan, FAST justru mencatatkan penurunan tipis 3,12% secara tahunan, yakni dari Rp2,48 triliun pada semester I/2024 menjadi Rp2,4 triliun pada paruh pertama tahun ini.

Wachjudi menjelaskan, tekanan terhadap kinerja bisnis terjadi karena berbagai faktor eksternal. Pandemi Covid-19 pada 2020 sempat melumpuhkan penjualan. Selanjutnya, pada 2023–2024 muncul gelombang boikot yang menekan kinerja penjualan. “Terakhir yang sedang kami hadapi saat ini adanya penurunan daya beli masyarakat, transaksi mengalami penurunan yang cukup besar,” ujarnya.

Strategi Efisiensi dan Penyesuaian Bisnis

Untuk menjaga keberlangsungan usaha, FAST menjalankan sejumlah strategi efisiensi. Salah satunya adalah merelokasi gerai yang tidak lagi produktif. “Kami relokasi beberapa gerai yang tidak mengalami recovery secara sales dan EBITDA sejak 2020,” jelas Wachjudi.

Pada tahun ini, perseroan sudah menutup 19 gerai. Berdasarkan laporan keuangan kuartal II/2025, kini FAST mengoperasikan 698 restoran di seluruh Indonesia. Selain itu, perusahaan juga melakukan pemangkasan karyawan dengan PHK terhadap sekitar 400 orang.

Wachjudi menegaskan, meskipun telah menerima tambahan dana, FAST tidak berencana melakukan aksi korporasi dalam bentuk akuisisi. Fokus mereka tetap pada penguatan bisnis inti restoran cepat saji. “Untuk ekspansi, kami melihatnya ke depan kami adalah perusahaan yang bergerak di bidang quick service restoran. Model bisnis kami adalah ekspansi gerai baru, baik relokasi maupun menggantikan gerai lama untuk menciptakan sales yang lebih baik,” katanya.

Modal Baru, Harapan Baru

Masuknya dana dari Grup Salim serta keluarga Haji Isam memberikan napas segar bagi FAST. Modal tersebut diharapkan tidak hanya memperbaiki struktur permodalan, tetapi juga memperkuat strategi jangka panjang. Salah satunya melalui pengembangan integrasi bisnis ayam yang sedang dibangun lewat anak usaha JAI di Banyuwangi. Proyek itu ditargetkan bisa beroperasi penuh pada akhir 2026, dan diharapkan menjadi penopang rantai pasok bagi restoran KFC di Indonesia.

Meski tantangan bisnis restoran cepat saji di Indonesia belum mereda, langkah konsolidasi modal dari pemegang saham besar menjadi sinyal positif bagi pemulihan. Perusahaan kini berada pada fase transisi: memperbaiki struktur keuangan, menyesuaikan jumlah gerai, serta menjaga keberlangsungan usaha di tengah tekanan daya beli masyarakat.

Dengan strategi relokasi gerai, efisiensi biaya, dan ekspansi terukur, FAST berupaya mengembalikan performa KFC di Indonesia sebagai salah satu jaringan restoran cepat saji terbesar di Tanah Air.

Terkini