Bank Swasta Pangkas Biaya Pencadangan Demi Dongkrak Laba 2025

Senin, 06 Oktober 2025 | 11:21:48 WIB
Bank Swasta Pangkas Biaya Pencadangan Demi Dongkrak Laba 2025

JAKARTA - Perbankan swasta di Tanah Air kini tengah menjalankan strategi efisiensi yang mulai membuahkan hasil. Setelah melewati periode penuh tekanan akibat ketidakpastian ekonomi global, sejumlah bank swasta memilih mengurangi biaya pencadangan pada tahun 2025 sebagai langkah untuk meningkatkan profitabilitas dan memperkuat kinerja keuangan.

Langkah ini dilakukan seiring dengan membaiknya kualitas aset dan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) yang kian terkendali. Dengan risiko kredit yang menurun, kebutuhan bank untuk menyisihkan dana cadangan kerugian juga otomatis lebih kecil.

CIMB Niaga Turunkan Biaya Provisi, Aset Kian Sehat

Salah satu yang mencatat penurunan biaya pencadangan paling signifikan adalah PT Bank CIMB Niaga Tbk. Bank swasta terbesar kedua di Indonesia ini melaporkan beban provisi sebesar Rp777,8 miliar sepanjang delapan bulan pertama 2025 — turun 7,06% secara tahunan (year on year).

Presiden Direktur Bank CIMB Niaga, Lani Darmawan, menjelaskan bahwa tren penurunan ini terjadi karena kualitas aset yang terus membaik di seluruh lini bisnis, serta adanya penyesuaian perlakuan terhadap kondisi ekonomi makro yang kini lebih stabil dibanding tahun sebelumnya.

“Sejauh ini, kualitas aset di tiap segmen bisnis tetap sehat. Meski ada sedikit kenaikan di ritel, kondisinya masih lebih baik dibanding rata-rata industri,” ujar Lani

Rasio NPL CIMB Niaga per Juni 2025 tercatat di level 1,88%, turun dari 2,15% pada periode yang sama 2024. Manajemen menargetkan hingga akhir tahun rasio NPL dapat dijaga di bawah 2%, mencerminkan perbaikan kualitas kredit yang berkelanjutan.

Maybank Indonesia Jaga Keseimbangan Cadangan dan Laba

Langkah serupa juga diambil Bank Maybank Indonesia, yang berhasil memangkas biaya pencadangan hingga 46,5% menjadi Rp382,2 miliar dalam delapan bulan pertama tahun ini.

Presiden Direktur Maybank Indonesia, Steffano Ridwan, menjelaskan bahwa penurunan tersebut terjadi karena adanya hapus buku (write-off) terhadap beberapa akun tertentu yang sudah tidak produktif. Meski begitu, Maybank tetap berkomitmen menjaga rasio pencadangan pada level yang memadai.

“Pencadangan akan dibangun lagi seiring waktu untuk memastikan kecukupan sesuai yang dibutuhkan,” tutur Steffano.

Per Juni 2025, rasio NPL Maybank Indonesia stabil di angka 2,35%, turun dari 2,66% pada Juni 2024. Capaian ini menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola risiko kredit secara disiplin, meskipun masih berhati-hati menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

KB Bank Berbalik Untung Setelah Efisiensi Provisi

Cerita paling dramatis datang dari Bank KB Indonesia (KB Bank). Bank ini mencatat penurunan tajam biaya provisi dari Rp3,2 triliun pada delapan bulan pertama 2024 menjadi hanya Rp37,2 miliar pada periode yang sama 2025.

Langkah efisiensi tersebut langsung berdampak pada kinerja keuangan. KB Bank berhasil berbalik untung, membukukan laba bersih sebesar Rp311,7 miliar hingga Agustus 2025, setelah sebelumnya merugi Rp2,6 triliun pada tahun lalu.

Meski rasio NPL gross bank ini masih tergolong tinggi di level 10,08% per Juni 2025, manajemen optimistis akan ada penurunan signifikan menjelang akhir tahun.

VP Corporate Relations KB Bank, Adi Pribadi, mengatakan bank akan tetap menyiapkan pencadangan tambahan di akhir tahun guna memperkuat fondasi pertumbuhan yang berkelanjutan.

“Dengan posisi laba yang solid, kami memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat pencadangan sebagai dasar pertumbuhan ke depan,” ungkap Adi

Adi menambahkan, posisi laba yang menguat memberi ruang bagi bank untuk menjaga biaya kredit (cost of credit) tetap pada level sehat.

Hingga akhir 2025, KB Bank menargetkan rasio NPL turun ke kisaran 5%–6%, sejalan dengan strategi perbaikan portofolio kredit bermasalah melalui penjualan NPL secara bulk (gelondongan) dan hapus buku selektif terhadap aset-aset bermasalah.

Strategi Bank Swasta: Jaga Efisiensi, Maksimalkan Laba

Secara umum, strategi pengurangan biaya pencadangan yang dilakukan sejumlah bank swasta menandakan fase transisi menuju efisiensi operasional setelah periode penuh tekanan selama dua tahun terakhir.

Kualitas aset yang membaik serta penurunan rasio kredit bermasalah menjadi faktor utama yang memungkinkan bank menurunkan beban provisi tanpa mengorbankan stabilitas keuangan.

Dengan penurunan biaya pencadangan, laba bersih bank pun meningkat — tren yang turut memperkuat optimisme terhadap sektor perbankan swasta di semester II-2025.

Namun demikian, para bankir tetap berhati-hati. Mereka memastikan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) tetap cukup untuk mengantisipasi potensi risiko ke depan, terutama di tengah ketidakpastian global dan fluktuasi suku bunga.

Momentum Laba Berlanjut, Risiko Tetap Dijaga

Kebijakan menurunkan biaya pencadangan di tahun 2025 menjadi bukti bahwa bank-bank swasta mulai menikmati hasil dari manajemen risiko yang efektif dan efisiensi operasional yang disiplin.

CIMB Niaga, Maybank Indonesia, dan KB Bank menjadi contoh bagaimana peningkatan kualitas aset dan pengelolaan kredit yang hati-hati dapat berdampak langsung pada profitabilitas.

Meski masih ada tantangan — seperti tingginya NPL di beberapa segmen dan ketidakpastian ekonomi global — prospek laba perbankan swasta tahun ini tetap solid. Dengan fondasi keuangan yang lebih kuat, industri perbankan swasta siap melanjutkan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan di paruh kedua 2025.

Terkini