Kemendagri Desak Kepala Daerah Tekan Inflasi Pangan Tinggi

Selasa, 07 Oktober 2025 | 09:52:50 WIB
Kemendagri Desak Kepala Daerah Tekan Inflasi Pangan Tinggi

JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyoroti serius lonjakan inflasi di sejumlah daerah, terutama di Sumatera Utara (Sumut) yang kini mencatatkan inflasi tertinggi secara nasional mencapai 5,32 persen. Kondisi ini membuat Sekretaris Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir meminta para kepala daerah untuk lebih proaktif turun ke lapangan dalam mengendalikan harga pangan dan memperkuat program pengendalian inflasi di wilayah masing-masing.

Tomsi menegaskan, langkah konkret dari pemerintah daerah merupakan kunci utama dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok. Menurutnya, meski sebagian besar wilayah telah menunjukkan perbaikan harga, masih ada sejumlah daerah yang tertinggal dalam upaya pengendalian.

“Dari hampir 500 kota dan kabupaten, harga beras dan minyak goreng saat ini hanya tersisa di sekitar 60 daerah yang belum turun. Itu menandakan kalau kita bekerja dengan rajin, hasilnya bisa terlihat. Faktanya, beras dan minyak goreng bisa turun di sebagian besar daerah,” ujar Tomsi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025, Senin, 6 Oktober 2025.

Mayoritas Daerah Belum Optimal Kendalikan Inflasi

Data evaluasi Kemendagri menunjukkan masih lemahnya upaya pengendalian inflasi di tingkat daerah. Dari seluruh pemerintah daerah yang dievaluasi, hanya 43 daerah yang dinilai aktif dan konsisten melaksanakan sembilan langkah pengendalian inflasi sesuai instruksi pemerintah pusat.

Sementara itu, 159 daerah hanya masuk kategori sedang, 287 daerah menjalankan sebagian langkah yang dianjurkan, bahkan 25 daerah sama sekali tidak melaksanakan program pengendalian inflasi.

“Ini menunjukkan masih ada banyak daerah yang belum sungguh-sungguh bekerja. Padahal, inflasi menyangkut langsung daya beli masyarakat. Kalau harga terus naik, dampaknya akan sangat terasa terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah,” tegas Tomsi.

Sumut Jadi Sorotan, Inflasi Terus Menanjak

Dalam paparannya, Tomsi menyebutkan sejumlah provinsi yang masih menghadapi inflasi tinggi, di antaranya:

Sumatera Utara: 5,32% (tertinggi nasional)

Riau: 5,08%

Aceh: 4,45%

Sulawesi Tengah: 3,88%

Jambi: 3,77%

Sulawesi Utara: 3,68%

Papua Pegunungan: 3,55%

Sumatera Barat: 3,22%

“Inflasi 5,32% itu sudah sangat terasa di masyarakat. Kami mohon ini menjadi perhatian gubernur, khususnya daerah dengan inflasi tertinggi,” ujar Tomsi.

Kondisi tersebut diperparah oleh tingginya inflasi di tingkat kabupaten/kota. Ia mencontohkan Kabupaten Deliserdang yang inflasinya mencapai 6,81% dan Kota Pematang Siantar sebesar 5,84%. Menurutnya, angka tersebut jelas menambah beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

“Kalau kepala daerah turun langsung ke pasar, mereka akan merasakan betul dampaknya. Padahal, distribusi di Papua Pegunungan jauh lebih sulit, tapi inflasinya masih bisa dijaga di kisaran 3%,” tambahnya.

Kepala Daerah Diminta Aktif Pantau Pasar

Tomsi menilai salah satu penyebab masih tingginya inflasi di sejumlah daerah adalah minimnya kehadiran kepala daerah di lapangan. Padahal, keterlibatan langsung dalam memantau kondisi pasar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang faktor penyebab kenaikan harga serta langkah konkret yang perlu diambil.

Ia mengingatkan bahwa pengendalian inflasi bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga merupakan kewajiban pemerintah daerah. Oleh karena itu, kepala daerah diimbau untuk memperkuat koordinasi dengan dinas terkait, mempercepat distribusi bahan pokok, serta mengoptimalkan kerja sama dengan pelaku usaha dan petani.

“Kalau daerah lain bisa, seharusnya daerah-daerah dengan inflasi tinggi juga bisa menurunkannya,” tegas Tomsi.

Perlu Langkah Cepat dan Terukur

Menurut Kemendagri, langkah-langkah pengendalian inflasi yang efektif harus melibatkan berbagai sektor secara terintegrasi. Salah satu pendekatan yang direkomendasikan adalah operasi pasar, subsidi transportasi, serta peningkatan efisiensi distribusi bahan pokok dari daerah produsen ke daerah konsumen.

Selain itu, pemerintah daerah juga diminta untuk memperkuat basis data pangan agar mampu memprediksi potensi kekurangan pasokan lebih awal. Dengan data yang akurat, intervensi pasar dapat dilakukan sebelum harga naik terlalu tinggi.

Tomsi juga mendorong daerah untuk menjalin sinergi dengan Bank Indonesia, Bulog, dan kementerian teknis lainnya. Kolaborasi lintas sektor akan memperkuat efektivitas kebijakan pengendalian harga sekaligus menjaga daya beli masyarakat.

Inflasi dan Daya Beli Jadi Fokus Nasional

Kenaikan harga kebutuhan pokok menjadi isu strategis yang harus ditangani secara serius karena berdampak langsung pada daya beli masyarakat. Pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan harga tetap stabil agar pertumbuhan ekonomi tidak terganggu.

Dalam konteks ini, pengendalian inflasi pangan menjadi salah satu indikator penting keberhasilan pemerintahan daerah. Daerah yang berhasil menjaga inflasi tetap rendah menunjukkan efektivitas kebijakan dan koordinasi lintas sektoral yang baik.

“Inflasi yang tinggi akan menggerus daya beli dan menekan perekonomian. Karena itu, pengendaliannya tidak boleh setengah-setengah,” tegas Tomsi.

Stabilitas Harga, Kunci Kesejahteraan Rakyat

Tingginya inflasi di Sumatera Utara menjadi sinyal bahwa kerja keras masih dibutuhkan untuk menjaga stabilitas harga di tingkat daerah. Pemerintah pusat telah memberikan berbagai instruksi dan panduan, namun pelaksanaannya di lapangan masih perlu diperkuat.

Kemendagri menegaskan kembali pentingnya sinergi antara pusat dan daerah dalam menjaga inflasi tetap terkendali. Turunnya harga beras dan minyak goreng di sebagian besar wilayah menunjukkan bahwa pengendalian harga bukan hal yang mustahil.

Kini, tantangan bagi pemerintah daerah—khususnya di wilayah dengan inflasi tinggi—adalah memastikan seluruh kebijakan berjalan efektif dan tepat sasaran. Dengan kerja keras dan langkah strategis, harga kebutuhan pokok dapat kembali stabil, sehingga masyarakat tidak lagi terbebani oleh lonjakan harga yang berkepanjangan.

Terkini