Ray Dalio Nilai Bitcoin Belum Layak Jadi Aset Cadangan Dunia

Selasa, 07 Oktober 2025 | 10:02:10 WIB
Ray Dalio Nilai Bitcoin Belum Layak Jadi Aset Cadangan Dunia

JAKARTA - Pandangan kritis kembali disampaikan oleh Ray Dalio, miliarder sekaligus pendiri Bridgewater Associates, mengenai posisi Bitcoin dalam sistem keuangan global. Pada 2 Oktober 2025, ia membagikan opininya melalui platform X, menyoroti bahwa meski Bitcoin telah menarik perhatian dunia, mata uang digital ini belum memenuhi fungsi dasar uang yang sejati.

Dalam unggahannya, Dalio menegaskan bahwa uang idealnya berfungsi sebagai alat tukar dan penyimpan nilai yang stabil. Namun, menurutnya, Bitcoin belum berhasil membuktikan peran tersebut secara konsisten. Ia bahkan menyampaikan keraguannya bahwa bank sentral di masa depan akan menggunakan Bitcoin sebagai mata uang cadangan resmi.

Dalio mengungkapkan, “Saya ragu bank sentral akan mengadopsinya sebagai mata uang cadangan.” Pandangan ini bukan tanpa alasan, karena menurutnya, ada dua faktor besar yang membuat Bitcoin sulit diterima sebagai instrumen moneter global — yaitu masalah transparansi dan ketahanan sistem.

Transparansi Blockchain Jadi Pedang Bermata Dua

Dalio menjelaskan, salah satu keunggulan Bitcoin justru bisa menjadi kelemahannya di mata pemerintah dan bank sentral, yakni transparansi blockchain. Setiap transaksi Bitcoin tercatat secara permanen di buku besar publik, yang dapat diakses oleh siapa pun di seluruh dunia.

Bagi sebagian pihak, hal ini merupakan langkah besar menuju sistem keuangan yang lebih jujur dan bebas dari manipulasi. Namun, dari sudut pandang lembaga keuangan besar atau otoritas moneter, kondisi ini bisa menimbulkan masalah.

“Buku besar yang sepenuhnya publik akan membuka langkah-langkah yang tidak bisa diungkap oleh pemerintah,” tulis Dalio. Ia menilai, lembaga seperti bank sentral sering kali membutuhkan kerahasiaan dalam strategi cadangan devisa, intervensi pasar, atau pengelolaan modal. Dengan blockchain yang transparan, ruang manuver tersebut bisa terbatas.

Risiko Teknis dan Regulasi

Selain transparansi, Dalio juga menyoroti isu ketahanan sistem Bitcoin. Ia menyebut, meski sistem kriptografi Bitcoin telah bertahan selama lebih dari 15 tahun, tidak ada jaminan bahwa teknologinya akan sepenuhnya kebal dari ancaman di masa depan.

Ia mengingatkan bahwa kemungkinan peretasan, kerusakan sistem, atau intervensi kebijakan pemerintah masih menjadi risiko yang nyata. Apalagi, jika muncul kebijakan pembatasan terhadap transaksi kripto di beberapa negara besar, hal ini bisa langsung memengaruhi stabilitas dan penerapan Bitcoin secara global.

Dalio menilai, ketidakpastian teknis dan regulatif tersebut membuat Bitcoin belum layak dijadikan sebagai dasar bagi sistem cadangan devisa. Ia bahkan menyebut, “risiko semacam ini terlalu besar bagi institusi yang menuntut stabilitas penuh.”

Tantangan Terbesar: Volatilitas Harga

Masalah paling besar dari Bitcoin, menurut Dalio, terletak pada volatilitas harganya yang ekstrem. Mengutip data dari CoinMetrics, volatilitas tahunan Bitcoin selama setahun terakhir berada di kisaran 40–50%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan emas yang stabil di level 10–17% per tahun.

Selama puluhan tahun, volatilitas rata-rata emas hanya sekitar 15–16%, sedangkan indeks dolar AS bahkan bergerak di kisaran satu digit. Perbedaan mencolok ini menjadi alasan kuat mengapa banyak bank sentral masih memandang Bitcoin sebagai aset berisiko tinggi.

Kondisi tersebut, menurut Dalio, membuat Bitcoin sulit berfungsi sebagai penyimpan nilai yang konsisten, karena nilainya dapat berubah drastis dalam waktu singkat. “Uang yang baik harus stabil. Jika nilainya melonjak dan anjlok terlalu cepat, maka ia gagal memenuhi fungsi dasarnya,” ujarnya.

Masih Punya Nilai, Tapi Bukan Sebagai Pengganti

Meski menyoroti banyak kelemahan Bitcoin, Dalio tidak menutup mata terhadap potensi yang dimilikinya. Ia mengakui bahwa Bitcoin tetap memiliki nilai strategis sebagai aset alternatif, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

Dalio bahkan menyebut bahwa dirinya masih memegang sebagian kecil Bitcoin dalam portofolionya. Hal ini sejalan dengan pernyataannya pada tahun 2021, di mana ia menyebut Bitcoin bisa menjadi “opsi jangka panjang” dalam dunia yang penuh ketidakpastian geopolitik dan inflasi yang sulit dikendalikan.

Namun, ia menegaskan bahwa alokasi Bitcoin dalam portofolio investasi sebaiknya tidak dominan. Aset ini, menurutnya, hanya layak dijadikan pelengkap dalam portofolio yang terdiversifikasi secara matang berdampingan dengan emas, saham, obligasi, dan aset lain yang lebih stabil.

“Bitcoin bisa menjadi bagian kecil dari strategi investasi yang luas, tapi tidak boleh menjadi fondasi utamanya,” tulis Dalio.

Antara Optimisme Teknologi dan Realitas Moneter

Pandangan Dalio mencerminkan dilema besar yang dihadapi dunia finansial modern. Di satu sisi, Bitcoin menawarkan revolusi teknologi dan kemandirian finansial melalui sistem desentralisasi. Namun, di sisi lain, mata uang digital ini masih belum memenuhi standar stabilitas dan kepercayaan yang dibutuhkan oleh sistem ekonomi global.

Dengan volatilitas yang tinggi, ketidakpastian regulasi, dan isu teknis yang belum terselesaikan, adopsi Bitcoin sebagai mata uang cadangan dunia masih tampak jauh dari kenyataan.

Namun begitu, perdebatan ini justru menunjukkan bahwa Bitcoin telah berkembang dari sekadar aset digital eksperimental menjadi bagian penting dalam diskusi ekonomi internasional.

Ray Dalio sendiri, meski kritis, tetap melihat Bitcoin sebagai bagian dari masa depan — bukan sebagai pengganti sistem lama, tetapi sebagai pelengkap dalam lanskap keuangan global yang terus berevolusi.

Terkini