JAKARTA – Pasca libur panjang Lebaran 2025, pasar saham Indonesia langsung diguncang tekanan hebat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat anjlok signifikan hingga menembus level psikologis 6.000, memicu kepanikan di kalangan investor.
Berdasarkan data Kompas.com, IHSG ditutup melemah tajam sebesar 7,90 persen ke level 5.996,14. Pada perdagangan Rabu (9/4/2025) siang, pelemahan berlanjut dengan indeks turun ke level 5.976,82, atau turun 0,32 persen dari penutupan sebelumnya. Kejatuhan indeks ini menjadi salah satu penurunan harian terdalam dalam beberapa bulan terakhir.
Namun, di tengah kepanikan pasar, sejumlah analis melihat peluang tersembunyi yang bisa dimanfaatkan investor. Hendra Wardana, Founder Stocknow.id, menegaskan bahwa koreksi tajam IHSG ini lebih disebabkan oleh sentimen jangka pendek, bukan pelemahan fundamental ekonomi nasional.
“Koreksi yang terjadi lebih mencerminkan sentimen jangka pendek dan bukan kerusakan fundamental ekonomi. Justru saat investor panik, ini bisa menjadi peluang strategis untuk mulai mengoleksi saham-saham unggulan yang harganya terkoreksi dalam,” ujar Hendra.
Ekonomi Tetap Solid, Investor Diminta Tenang
Hendra menekankan bahwa fondasi ekonomi Indonesia tetap kuat, dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil di kisaran 5 persen, surplus neraca perdagangan yang terus berlanjut, dan fundamental perusahaan-perusahaan besar yang masih sehat.
Salah satu faktor eksternal yang turut memengaruhi volatilitas pasar adalah penurunan harga minyak dunia akibat eskalasi geopolitik. Meski berdampak global, kondisi ini justru dapat menguntungkan Indonesia yang merupakan negara pengimpor minyak.
“Penurunan harga minyak dunia hingga 21 persen akibat ketegangan global bahkan bisa menjadi berkah terselubung bagi Indonesia, dengan potensi penghematan devisa hingga 4 miliar dollar AS,” jelasnya.
Tekanan Masih Berlanjut, Tapi Potensi Rebound Terbuka
Dari sisi teknikal, IHSG kini berada di area support penting, yaitu 5.945–6.045, dengan level krusial selanjutnya di 5.500–5.636. Artinya, risiko pelemahan lanjutan masih terbuka. Namun, potensi technical rebound bisa terjadi, terutama jika ada kepastian dari arah kebijakan luar negeri Indonesia.
Hendra menyebutkan bahwa sikap Presiden Prabowo Subianto dalam menghadapi kebijakan tarif dari Presiden AS, Donald Trump, akan sangat menentukan arah pasar dalam jangka pendek.
“Kemungkinan rebound akan semakin besar jika ada sinyal diplomasi yang tegas dari Presiden Prabowo dalam menanggapi kebijakan tarif Trump,” tambah Hendra.
Strategi Pemerintah Dinilai Positif oleh Pasar Internasional
Lebih lanjut, Hendra mengapresiasi langkah pemerintah yang cenderung memilih jalur negosiasi ketimbang retaliasi dalam menyikapi dinamika perdagangan global. Hal ini mencerminkan keterbukaan Indonesia terhadap investasi asing dan menjaga stabilitas jangka panjang.
“Relaksasi aturan TKDN untuk sektor ICT, evaluasi terhadap larangan terbatas (lartas), hingga rencana peningkatan impor produk agrikultur dari AS merupakan bagian dari strategi negosiasi yang disiapkan pemerintah,” ungkapnya.
Rekomendasi Saham Unggulan: Konsumer hingga Keuangan
Di tengah gejolak pasar, sejumlah saham unggulan masih dianggap layak dikoleksi, terutama bagi investor dengan orientasi jangka menengah hingga panjang.
Beberapa saham sektor konsumer, seperti INDF (target harga Rp7.500) dan AMRT (target harga Rp2.200), dinilai cukup defensif terhadap guncangan eksternal. Sementara dari sektor keuangan, BBNI dinilai masih undervalued dengan potensi rebound ke level Rp4.270.
Selain itu, saham-saham seperti TLKM, BRIS, dan SCMA juga menjadi rekomendasi Hendra karena memiliki potensi kenaikan antara 18 hingga 30 persen dalam jangka menengah.
Strategi Investasi Saat IHSG Anjlok
Bagi investor ritel, Hendra menyarankan untuk tidak terburu-buru masuk pasar sekaligus. Strategi average down atau pembelian bertahap lebih disarankan sambil menunggu konfirmasi teknikal dari pasar.
“Strateginya adalah tidak terburu-buru masuk sekaligus, tetapi bertahap atau average down sambil menanti konfirmasi teknikal. Di sisi lain, investor jangka pendek disarankan menerapkan strategi day trading atau swing trading dengan manajemen risiko yang ketat, mengingat pasar masih bergerak dalam volatilitas tinggi,” pungkasnya.