Harga CryptoTembus $86 Ribu di Tengah Ketegangan Perang Dagang AS-Cina, Investor Tetap Optimistis

Senin, 14 April 2025 | 11:32:58 WIB
Harga CryptoTembus $86 Ribu di Tengah Ketegangan Perang Dagang AS-Cina, Investor Tetap Optimistis

JAKARTA - Harga Bitcoin (BTC) kembali menorehkan capaian signifikan dengan menembus level psikologis penting di atas $85.000, bahkan menyentuh angka $86.000 pada awal pekan ini. Kenaikan ini menjadi titik balik penting setelah periode konsolidasi panjang yang sempat menahan laju aset kripto tersebut selama beberapa pekan terakhir.

Lonjakan harga BTC ini terjadi di tengah ketegangan geopolitik yang dipicu oleh kebijakan tarif impor agresif dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan tersebut bukan hanya mengguncang pasar global, tetapi juga menjadi katalis bagi volatilitas di sektor aset digital, terutama Bitcoin yang kini menunjukkan korelasi semakin kuat dengan pergerakan pasar ekuitas global.

BTC Melewati Titik Kritis $85.000

Menurut analisis teknikal dari tim Trader PINTU, BTC sebelumnya sempat berkonsolidasi di kisaran $81.500 dan berulang kali tertahan oleh resistensi kuat di $85.000. Namun, pada 13 April 2025, Bitcoin berhasil menembus titik tersebut dan melesat ke level $85.778, dengan volume perdagangan mencapai $79 miliar.

“Breakout ini menunjukkan bahwa momentum bullish sedang menguat kembali. Investor mulai merespons secara positif terhadap sinyal-sinyal stabilitas makro yang lebih baik, meski masih dibayangi ketidakpastian tarif,” tulis tim Trader PINTU dalam laporan terbarunya.

Salah satu faktor utama yang memicu lonjakan ini adalah kebijakan baru Trump yang memberikan kelonggaran terhadap tarif impor untuk produk-produk teknologi seperti smartphone dan semikonduktor. Langkah ini langsung disambut baik oleh pasar saham dan crypto, yang selama ini sangat sensitif terhadap sentimen makroekonomi.

Eskalasi Perang Dagang dan Dampaknya terhadap Pasar Crypto

Pemerintah AS baru-baru ini menetapkan tarif dasar sebesar 10% terhadap semua impor sejak 5 April 2025. Tidak berhenti di situ, per 9 April, tarif tersebut dinaikkan secara signifikan, terutama terhadap produk dari Cina. Kebijakan ini menjadikan tarif efektif terhadap impor Cina melonjak hingga 104%, sebagai bentuk respons terhadap defisit perdagangan dan dugaan praktik perdagangan tidak adil oleh negara tersebut.

Menanggapi tindakan ini, Kementerian Perdagangan Cina menyebutnya sebagai “kesalahan di atas kesalahan” dan menegaskan akan membalas dengan langkah serupa. Cina pun meningkatkan tarif balasan terhadap barang-barang AS sebesar 84%. Kondisi ini memperkeruh ketegangan ekonomi global dan menciptakan ketidakpastian di pasar.

Namun, Presiden Trump kemudian melunak dengan mengumumkan penghentian sementara tarif untuk lebih dari 75 negara yang ingin bernegosiasi dengan AS. Kelonggaran ini bertujuan menekan dampak negatif pada konsumen dan pelaku bisnis AS sambil tetap menjaga tekanan terhadap Cina.

Meski demikian, ketidakpastian tetap tinggi. Sektor-sektor seperti manufaktur, pertanian, dan ritel diprediksi akan terpukul. Perusahaan besar seperti Walmart dan Target bahkan mulai menekan pemasok untuk menyerap sebagian dari biaya tambahan akibat tarif.

Implikasi terhadap Ekonomi Makro

Kebijakan tarif ini juga membawa dampak terhadap indikator ekonomi utama di AS. Data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan bahwa pada Maret 2025, perekonomian AS menambahkan 228.000 lapangan kerja angka yang jauh melampaui ekspektasi dan menjadi pertumbuhan tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Namun, tingkat pengangguran sedikit meningkat dari 4,1% menjadi 4,2%, dengan total pengangguran mencapai 7,1 juta orang. Ketua Federal Reserve Jerome Powell dalam pidatonya pada 4 April 2025 menyatakan bahwa tarif 10% atas semua impor dapat menambah tekanan inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

“Peningkatan tarif berisiko menekan daya beli rumah tangga AS yang bisa meningkat hingga $2.100 hingga $3.800 per tahun,” ujar Powell. “Hal ini dapat menghambat belanja konsumen dan memangkas pertumbuhan ekonomi riil hingga 0,9% pada 2025.”

Korelasi Semakin Kuat: BTC dan Pasar Tradisional

Bitcoin kini menunjukkan korelasi yang semakin kuat dengan indeks saham dan ekspektasi inflasi. Sejak awal April, BTC sempat berada di kisaran $74.400 hingga $83.500 sebelum akhirnya melonjak. Fluktuasi harga didorong oleh aksi ambil untung (take profit) dan reaksi terhadap tekanan ekonomi global.

Volume perdagangan tetap tinggi, mencerminkan minat investor yang konsisten meski terdapat volatilitas. Di sisi lain, Ethereum (ETH) juga mengalami penurunan moderat, namun tetap menunjukkan ketahanan yang sejalan dengan Bitcoin.

Secara teknikal, indikator RSI dan Stochastic masih menunjukkan kondisi netral, mengindikasikan bahwa BTC belum masuk zona overbought atau oversold. Dukungan teknikal dari investor institusional yang terus mengakumulasi selama fase konsolidasi turut memperkuat sentimen positif.

“Investor institusional memperlihatkan keyakinan jangka panjang terhadap BTC, meski kondisi makro masih penuh ketidakpastian,” jelas tim Trader PINTU.

Analisis On-Chain: Optimisme Jangka Panjang Masih Tinggi

Data on-chain menunjukkan tekanan jual relatif rendah. Cadangan devisa di bursa terus menurun, sementara simpanan bersih sedikit meningkat. Aktivitas penambang juga tetap moderat dan belum menunjukkan kecenderungan untuk melakukan aksi jual besar-besaran.

Fase ini ditandai oleh lebih banyak investor yang menjual dalam keadaan untung, menunjukkan potensi puncak pasar dalam jangka pendek. Namun, pemegang jangka panjang masih memilih untuk menahan kepemilikannya, mencerminkan ekspektasi terhadap kenaikan harga lebih lanjut.

Di pasar derivatif, posisi long mendominasi. Open interest (OI) yang terus meningkat menunjukkan bahwa likuiditas dan perhatian terhadap pasar derivatif Bitcoin terus bertumbuh, mendukung tren naik yang sedang berlangsung.

Roadmap Privasi Ethereum dari Vitalik Buterin

Dari sisi altcoin, pendiri Ethereum, Vitalik Buterin, merilis roadmap baru pada 11 April yang fokus pada peningkatan privasi. Ia mengusulkan fitur seperti “send from shielded balance” yang aktif secara default dan membatasi penggunaan satu alamat per aplikasi DApp untuk mencegah pelacakan.

Vitalik juga mengusulkan pembaruan seperti EIP-7701 untuk transaksi anonim, penggunaan trusted execution environment (TEE), serta pengembangan mixnet dan proof aggregation untuk meningkatkan privasi pengguna Ethereum secara menyeluruh.

Aset Crypto Lain: JasmyCoin Terbaik, MANTRA Terburuk

Di antara altcoin, JasmyCoin (JASMY) menjadi aset dengan performa terbaik pekan ini dengan lonjakan 71,20%, disusul oleh Helium (HNT) dan Curve DAO Token (CRV) yang masing-masing naik 49,69% dan 38,63%.

Sementara itu, MANTRA (OM) menjadi yang terburuk dengan penurunan hingga 86,16%, diikuti oleh EOS (-14,86%) dan Tezos (-14,44%).

Meskipun pasar crypto terus dibayangi oleh ketidakpastian global, terutama dari sisi kebijakan tarif AS, Bitcoin berhasil menunjukkan kekuatannya dengan menembus level $86.000. Dukungan teknikal, optimisme investor institusional, dan fundamental makro yang beragam turut mendorong sentimen pasar ke arah positif.

“Selama volatilitas masih bisa dikendalikan dan kebijakan makro tidak terlalu agresif, BTC punya potensi untuk melanjutkan tren bullish-nya,” pungkas Trader PINTU dalam analisis mereka.

Dengan demikian, investor disarankan untuk tetap waspada terhadap fluktuasi pasar sembari memantau kebijakan moneter The Fed serta perkembangan lebih lanjut dari perang dagang antara AS dan Cina.

Terkini