JAKARTA - Kebijakan tarif proteksionis yang digagas oleh mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang awalnya ditujukan untuk melindungi industri kendaraan listrik (EV) dalam negeri, justru disebut-sebut memberi angin segar bagi BYD, produsen kendaraan listrik asal Tiongkok yang tengah naik daun. Langkah tersebut diyakini bukan hanya gagal meredam ekspansi produsen asing seperti BYD, tetapi malah menguntungkan mereka dalam persaingan global melawan raksasa Amerika Serikat, Tesla.
Kebijakan tarif baru yang tengah menjadi wacana dalam kampanye Trump untuk maju dalam pemilu presiden 2024 dinilai sebagai strategi untuk kembali memperkuat ekonomi nasional. Namun, dalam konteks persaingan kendaraan listrik global, strategi tersebut ternyata membuka peluang yang lebih besar bagi BYD, terutama karena perusahaan tersebut tidak memiliki eksposur di pasar Amerika Serikat akibat tarif tinggi yang sudah diberlakukan sejak masa jabatan pertama Trump.
“Karena BYD tidak menjual kendaraan listrik penumpang di AS, mereka kini terlindungi dari kekacauan yang dihasilkan oleh dorongan tarif terbaru Trump,” demikian disampaikan dalam analisis yang dikutip dari laporan The Financial Times. “Tidak ada pabrik, tidak ada diler, dan tidak ada pangsa pasar di AS yang harus dipertahankan. Ini adalah bentuk insulasi geopolitik yang langka.”
BYD Lampaui Tesla dalam Penjualan EV Global
Dominasi Tesla di industri kendaraan listrik global mulai goyah sejak beberapa kuartal terakhir. Data menunjukkan bahwa BYD berhasil melampaui Tesla dalam penjualan kendaraan listrik berbasis baterai murni (BEV) selama dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal pertama 2024, BYD mencatat penjualan lebih dari 416.000 unit kendaraan listrik, mengungguli Tesla yang hanya mencatatkan penjualan sebanyak 336.681 unit.
Pencapaian ini bukan kali pertama BYD menggusur Tesla dari posisi puncak. Sejak awal 2023, BYD secara konsisten menekan dominasi Tesla dengan strategi penjualan agresif dan ekspansi global yang cepat. Berbeda dengan Tesla yang fokus pada pasar AS dan sebagian besar negara maju, BYD justru memanfaatkan “keterpaksaan” akibat tarif tinggi untuk memperkuat eksistensinya di Eropa, Asia Tenggara, hingga Amerika Latin.
“Bertahun-tahun terbuangnya dari AS memaksa BYD untuk mengalihkan fokusnya ke setiap pasar utama lainnya. Keunggulan awal itu di wilayah yang kurang terbebani oleh hambatan politik telah menjadi keunggulan yang menentukan,” lanjut laporan tersebut.
Tesla Terjebak dalam Ketidakpastian Geopolitik
Berbeda dengan BYD yang kini bebas bergerak di pasar global tanpa ancaman langsung dari AS, Tesla justru menghadapi risiko politik dan ekonomi dari berbagai arah. Sebagai perusahaan Amerika, Tesla berada dalam jalur langsung untuk menerima balasan kebijakan dari Tiongkok maupun negara-negara lain yang melihat kebijakan tarif AS sebagai bentuk proteksionisme ekstrem.
Ketergantungan Tesla pada pasar Tiongkok yang merupakan pasar terbesarnya kedua membuat perusahaan yang dipimpin Elon Musk itu rentan terhadap gejolak nasionalisme konsumen. Boikot terhadap produk asing bukanlah hal baru di Tiongkok, dan Tesla pun telah merasakan dampaknya. Data menunjukkan bahwa penjualan kendaraan Tesla yang diproduksi di Tiongkok turun 11,5 persen pada bulan Maret 2024, sementara BYD mencatat kenaikan penjualan dengan persentase yang sama.
Situasi serupa juga terjadi di Eropa, yang sebelumnya menjadi wilayah aman bagi Tesla. Jika Uni Eropa memutuskan untuk menerapkan tarif balasan terhadap kendaraan dan komponen otomotif buatan AS, Tesla yang masih memproduksi banyak model premiumnya di AS bisa menjadi korban dari konflik dagang ini.
Margin Keuntungan Tesla Terus Tergerus
Dalam metrik bisnis inti seperti margin keuntungan, BYD kembali unggul. Tesla mencatat margin bruto otomotif sebesar 13,6 persen pada kuartal keempat 2023, jauh menurun dibandingkan puncaknya pada 2022. Sementara itu, BYD mencatat margin yang jauh lebih tinggi yaitu 22,3 persen.
Meski Tesla masih memegang predikat sebagai merek EV paling dikenal di dunia, namun secara pertumbuhan penjualan, margin keuntungan, dan ekspansi pasar, BYD kini menjadi ancaman yang nyata.
“Ini bukan lagi soal siapa yang lebih terkenal, tetapi siapa yang lebih efisien dan adaptif,” tulis analis dari sektor otomotif yang dikutip dalam laporan tersebut. “BYD menunjukkan bahwa mereka tidak hanya bisa bersaing, tetapi juga menang di medan global.”
Kontras Kepemimpinan: Musk vs Wang
Keberhasilan BYD juga tidak lepas dari gaya kepemimpinan yang berbeda antara CEO Tesla Elon Musk dan pendiri BYD Wang Chuanfu. Musk dikenal sebagai tokoh flamboyan yang sering kali menjadi sorotan media karena berbagai pernyataan kontroversialnya, termasuk keterlibatannya dalam isu-isu politik AS.
Di sisi lain, Wang Chuanfu lebih memilih pendekatan yang tenang dan fokus pada inovasi teknologi serta ekspansi bisnis. Latar belakang Wang sebagai ahli kimia dan insinyur membuatnya lebih fokus pada produk dan strategi daripada pencitraan.
“Di era di mana keterlihatan publik sering kali mengundang pemeriksaan yang ketat, pengekangan Wang justru menjadi salah satu keunggulan strategis BYD,” demikian pernyataan dalam laporan.
Tarif Trump: Boomerang bagi Industri AS?
Apa yang terjadi antara Tesla dan BYD menggambarkan konsekuensi tak terduga dari kebijakan proteksionis Trump. Meskipun dimaksudkan untuk memperkuat dominasi ekonomi Amerika, kenyataannya kebijakan tersebut justru membuat perusahaan-perusahaan AS seperti Tesla terjebak dalam kompleksitas regulasi dan ketidakpastian geopolitik.
“Tarif Trump dimaksudkan untuk melindungi pengaruh Amerika. Tetapi dengan berusaha membengkokkan dunia ke logika ekonominya sendiri, AS mungkin sedang mengajari orang lain bagaimana memimpin tanpa dirinya,” tulis The Financial Times secara tajam.
Sementara perusahaan-perusahaan Tiongkok seperti BYD memanfaatkan celah yang ditinggalkan oleh pasar AS, perusahaan Amerika justru menghadapi tantangan baru yang berlapis. Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin dominasi Tesla akan benar-benar tergusur oleh pesaing yang awalnya diremehkan sebagai pemain lokal berbiaya murah.
Dalam iklim ekonomi global yang terus berubah dan diwarnai oleh ketegangan geopolitik, kemampuan adaptasi dan strategi jangka panjang menjadi kunci. BYD membuktikan bahwa ketidakhadiran di pasar AS bukanlah kelemahan, melainkan keuntungan strategis dalam menghadapi gejolak perdagangan global. Sebaliknya, Tesla harus segera mencari cara untuk mempertahankan pangsa pasarnya di tengah tekanan dari dalam negeri dan persaingan global yang semakin ketat.