JAKARTA - Gempa bumi berkekuatan magnitudo 2,5 mengguncang wilayah barat daya Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Rabu pagi, 30 April 2025. Informasi resmi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa gempa terjadi pada pukul 04.52 WIB dan tergolong sebagai gempa dangkal, dengan kedalaman pusat gempa (hiposenter) hanya 10 kilometer.
BMKG menjelaskan bahwa pusat gempa atau episenter terletak di laut, tepatnya 96 kilometer arah barat daya Bantul, DIY. Dalam penjelasannya melalui laman resmi, BMKG menyebut, “Gempa dikategorikan dangkal, dengan kedalaman hiposenter 10 kilometer.” Episenter gempa berada pada titik koordinat 8.72 Lintang Selatan dan 110.06 Bujur Timur. Meskipun tergolong lemah dan dangkal, BMKG tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempa susulan.
“Pusat gempa (episenter) di laut, 96 kilometer Barat Daya Bantul, DIY,” tulis BMKG dalam keterangannya. Hingga saat ini, belum ada laporan mengenai dampak kerusakan maupun korban jiwa yang ditimbulkan akibat gempa tersebut. Namun demikian, BMKG menyarankan agar warga tidak mengabaikan potensi bahaya, karena gempa dangkal meski berkekuatan kecil tetap dapat memicu guncangan yang terasa di wilayah permukiman, tergantung pada kedalaman dan struktur tanah di daerah terdampak.
Gempa dengan kedalaman kurang dari 60 kilometer seperti yang terjadi di Bantul dikategorikan sebagai gempa bumi dangkal. Jenis gempa ini biasanya diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif di sekitar lokasi episenter atau interaksi lempeng di zona subduksi. Gempa dangkal cenderung menimbulkan efek getaran yang lebih kuat di permukaan dibandingkan gempa yang terjadi di kedalaman lebih dalam, meski dengan kekuatan magnitudo yang sama. Oleh karena itu, kewaspadaan tetap diperlukan meski skala magnitudo yang tercatat hanya 2,5.
BMKG juga menyampaikan bahwa wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Kabupaten Bantul dan sekitarnya, memang merupakan salah satu kawasan rawan gempa karena letaknya yang dekat dengan zona subduksi antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Zona ini merupakan jalur tumbukan dua lempeng besar yang sangat aktif secara tektonik dan kerap menjadi sumber gempa bumi, baik yang terjadi di laut maupun di darat. Aktivitas tektonik di zona tersebut juga pernah menyebabkan gempa besar yang berdampak signifikan di masa lalu, seperti gempa Yogyakarta pada tahun 2006 yang menewaskan ribuan orang.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada peringatan tsunami yang dikeluarkan oleh BMKG. Hal ini karena magnitudo gempa yang terjadi tergolong kecil dan tidak memenuhi kriteria pembangkit gelombang tsunami. Meski begitu, BMKG terus memantau perkembangan aktivitas seismik di wilayah tersebut dan akan segera memberikan informasi lanjutan jika terjadi perubahan kondisi yang signifikan.
Masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah terdampak diminta untuk tetap tenang namun siaga. BMKG mengimbau agar warga tidak mudah percaya pada informasi yang tidak resmi atau hoaks yang kerap beredar di media sosial pasca terjadinya gempa. “Hati-hati terhadap potensi gempa susulan yang mungkin terjadi,” tambah BMKG dalam rilisnya. Pernyataan ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk terus mengikuti informasi resmi dari sumber yang terpercaya seperti BMKG atau pemerintah daerah setempat.
Selain itu, BMKG juga menyarankan masyarakat untuk memahami dan menerapkan langkah-langkah mitigasi bencana, seperti mengetahui lokasi titik kumpul evakuasi, mempersiapkan tas siaga darurat yang berisi kebutuhan pokok, serta rutin mengikuti latihan evakuasi bencana yang sering diselenggarakan oleh BPBD atau relawan kebencanaan. Pendidikan kebencanaan ini penting agar masyarakat dapat lebih siap dan tidak panik ketika menghadapi situasi serupa di masa mendatang.
Kondisi cuaca saat gempa terjadi dilaporkan dalam keadaan cerah dan tidak berawan. BMKG juga memastikan bahwa gempa tidak berdampak pada prakiraan cuaca di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Aktivitas penerbangan maupun transportasi darat juga berjalan normal, tidak ada laporan gangguan signifikan akibat kejadian gempa tersebut.
Peristiwa gempa bumi yang mengguncang Bantul ini menjadi pengingat bagi seluruh masyarakat Indonesia bahwa wilayah kita berada di cincin api Pasifik (Pacific Ring of Fire), kawasan yang sangat aktif secara geologi dan rentan terhadap bencana gempa bumi maupun letusan gunung berapi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, lembaga kebencanaan, media massa, dan masyarakat untuk terus meningkatkan literasi kebencanaan dan memperkuat sistem peringatan dini serta infrastruktur tahan gempa demi mengurangi risiko dan dampak kerugian akibat bencana alam.
Sebagai penutup, BMKG kembali menegaskan bahwa meskipun gempa yang terjadi tergolong ringan dan tidak menyebabkan kerusakan, kesiapsiagaan dan pemahaman terhadap ancaman bencana gempa bumi tetap harus ditingkatkan. “Kami terus memantau dan akan memberikan informasi terbaru apabila terjadi aktivitas susulan. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan tidak panik,” tegas BMKG melalui pernyataan resminya di situs mereka. Dengan adanya informasi yang transparan dan akurat, diharapkan masyarakat dapat mengambil langkah preventif yang tepat demi keselamatan bersama.