Pemkot Surabaya Terapkan Sanksi Nonaktifkan BPJS bagi Pasien TBC yang Tidak Berobat

Kamis, 01 Mei 2025 | 09:23:29 WIB
Pemkot Surabaya Terapkan Sanksi Nonaktifkan BPJS bagi Pasien TBC yang Tidak Berobat

JAKARTA - Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot Surabaya) telah mengeluarkan kebijakan tegas untuk menanggulangi penyebaran kasus tuberkulosis (TBC), dengan mewajibkan pasien yang terindikasi terkena atau menjadi kontak erat dengan penderita TBC untuk berobat secara rutin. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya intensif Pemkot Surabaya dalam memerangi TBC di kota tersebut, yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama.

Pengobatan Gratis dan Pengawasan Ketat

Pemkot Surabaya memastikan bahwa seluruh pengobatan untuk pasien TBC dilakukan secara gratis di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang tersebar di setiap kecamatan di Surabaya. Langkah ini bertujuan untuk mempermudah akses pengobatan bagi penderita TBC dan mengurangi kendala biaya yang mungkin menjadi penghalang bagi mereka yang membutuhkan perawatan medis.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menekankan bahwa selain pemberian pengobatan yang gratis, Pemkot Surabaya juga melakukan pengawasan ketat terhadap pasien yang terindikasi TBC. Setiap pasien yang terdaftar untuk menjalani pengobatan diwajibkan untuk melakukan kunjungan rutin ke fasyankes sesuai jadwal yang telah ditentukan. Jika pasien tidak datang untuk berobat, Pemkot Surabaya akan memberikan sanksi sosial.

Sanksi Sosial Bagi Pasien yang Mangkir

Sebagai bagian dari kebijakan ini, Pemkot Surabaya akan menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan layanan BPJS Kesehatan pasien yang tidak menjalani pengobatan sesuai dengan ketentuan. Wali Kota Eri Cahyadi menjelaskan lebih lanjut tentang langkah tersebut.

“Ya (NIK dan BPJS) diberhentikan semuanya, termasuk kegiatan yang untuk (pelayanan) adminduknya (administrasi kependudukannya) akan kita bekukan semuanya,” ungkapnya. Pemkot berharap sanksi ini dapat memberikan pemahaman kepada pasien tentang pentingnya mengikuti pengobatan agar tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

Tujuan Kebijakan untuk Mencegah Penularan Lebih Lanjut

Wali Kota Eri Cahyadi menambahkan, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Pemkot Surabaya untuk melindungi warganya dari bahaya penyebaran TBC. Eri khawatir jika penderita TBC yang tidak diobati terus berinteraksi dengan orang lain, penyakit ini akan menyebar dengan cepat, mirip dengan penularan virus Covid-19. Eri membandingkan situasi ini dengan pandemi Covid-19, di mana warga diwajibkan memakai masker untuk mencegah penularan. Hal serupa diharapkan dapat diterapkan pada pasien TBC yang enggan menjalani pengobatan.

"Ketika nggak mau menjaga dirinya, kalau itu (penderita TBC) berjalan kan bisa menular ke orang lain? Kita punya datanya (identitas pasien), sehingga nanti kalau warga Surabaya memang dia sakit, kemudian tidak mau diobati, ya sudah, kita bekukan KTP-nya,” tegas Eri.

Peraturan Wali Kota tentang Penanggulangan TBC

Upaya Pemkot Surabaya dalam menangani kasus TBC telah diatur secara jelas dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan TBC di Kota Surabaya. Peraturan ini memiliki tujuan yang lebih besar, yakni untuk mempercepat eliminasi TBC di Surabaya pada tahun 2030. Selain itu, peraturan ini juga memastikan bahwa seluruh warga Surabaya memiliki akses terhadap layanan kesehatan, termasuk fasilitas skrining TBC baik di fasyankes maupun secara mandiri.

Selain itu, regulasi ini juga bertujuan untuk menurunkan angka drop out atau putus berobat, yang menjadi salah satu tantangan utama dalam pengendalian TBC. Pemkot Surabaya memastikan bahwa semua penderita TBC, terutama mereka yang terindikasi TBC sensitif obat (SO) dan TBC resisten obat (RO), mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan standar. Jika pasien tersebut mangkir atau menolak pengobatan tanpa konfirmasi selama satu minggu, maka rumah mereka akan dipasangi stiker “Mangkir Pengobatan”.

Tim Gabungan untuk Pengawasan Pasien TBC

Sebagai langkah lanjut, Pemkot Surabaya telah membentuk tim gabungan yang terdiri dari petugas kesehatan, kepolisian, dan petugas dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mengawasi pasien TBC yang mangkir berobat. Kepala Dinas Kesehatan Surabaya, Nanik Sukristina, menjelaskan bahwa tim ini akan melakukan intervensi secara intensif kepada pasien yang tidak datang untuk berobat.

“Jika sudah dilakukan intervensi sebanyak tiga kali dan tetap tidak ada perubahan, maka dilakukan pemasangan stiker 'Mangkir Pengobatan' di rumah pasien,” jelas Nanik. Sanksi ini akan diberlakukan sebagai langkah terakhir sebelum pemberian sanksi lebih lanjut berupa penonaktifan Kartu Keluarga (KK) dan BPJS Kesehatan bagi pasien yang terus mengabaikan pengobatan.

Pentingnya Kerjasama Lintas Sektor dalam Penanggulangan TBC

Pemberantasan TBC di Surabaya tidak hanya bergantung pada pemerintah kota, tetapi juga memerlukan kolaborasi antara berbagai pihak terkait. Kolaborasi lintas sektor antara Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, serta masyarakat menjadi kunci utama dalam menciptakan sistem pengawasan yang efektif. Selain itu, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang bahaya TBC dan pentingnya pengobatan juga sangat diperlukan untuk mengurangi angka penularan penyakit ini.

Wali Kota Eri Cahyadi juga menekankan bahwa pemantauan yang ketat terhadap pasien TBC dan pengobatan yang efektif akan mencegah TBC menyebar lebih luas. Pemkot Surabaya juga berupaya untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan melalui pelatihan kepada tenaga medis, serta memperbanyak fasilitas yang dapat memberikan layanan pengobatan yang mudah diakses oleh masyarakat.

Upaya Pemkot Surabaya dalam menanggulangi penyebaran TBC melalui kebijakan pengobatan wajib dan pemberian sanksi sosial kepada pasien yang tidak mengikuti pengobatan menjadi langkah tegas yang perlu diapresiasi. Dengan adanya pengawasan ketat, penerapan sanksi NIK yang dibekukan, serta intervensi yang dilakukan oleh tim gabungan, diharapkan angka penyebaran TBC di Surabaya dapat ditekan secara signifikan. Pemerintah kota juga telah menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam penanggulangan TBC untuk menciptakan Surabaya yang lebih sehat dan bebas dari penyebaran penyakit menular ini.

Terkini