Wisata Susur Sungai di Banjarmasin: Warisan Sejarah dari Zaman Hindia Belanda

Kamis, 01 Mei 2025 | 09:44:35 WIB
Wisata Susur Sungai di Banjarmasin: Warisan Sejarah dari Zaman Hindia Belanda

JAKARTA - Wisata susur sungai di Banjarmasin, yang kini menjadi daya tarik utama bagi wisatawan lokal dan mancanegara, ternyata sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda. Konsep wisata ini pertama kali diperkenalkan oleh manajemen Hotel Bandjer pada masa kolonial, yang saat itu merupakan satu-satunya hotel di kota ini. Layanan wisata susur sungai yang kini dikenal sebagai salah satu daya tarik utama di Banjarmasin, terutama Sungai Martapura dan Sungai Barito, telah dimulai jauh sebelum popularitasnya pada era modern.

Peneliti sejarah dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mansyur, menjelaskan bahwa pada masa itu, wisata susur sungai dimulai pada pukul 16.00 WIB. Wisatawan asing yang menginap di Hotel Bandjer diajak menyusuri Sungai Martapura dan Sungai Barito menggunakan kapal yang disebut "Kapal Negara." Rute perjalanan wisata ini mengarah hingga Marabahan, yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Barito Kuala. “Kapal yang digunakan untuk mengantarkan para wisatawan adalah Kapal Negara,” ungkap Mansyur, yang menyebutkan bahwa kapal ini merupakan sarana utama untuk menikmati keindahan alam dan budaya di sekitar sungai.

Hotel Bandjer, yang kemudian dikenal dengan nama Grand Hotel Bandjer, terletak tepat di tepi Sungai Martapura. Keberadaannya menjadi semakin strategis dan diminati oleh wisatawan Eropa yang datang ke Banjarmasin. Kawasan sekitar hotel juga dikenal sebagai pusat aktivitas pasar sore yang kini dikenal dengan nama Pasar Kupu-kupu, yang menjadi salah satu destinasi wisata menarik di kota ini. Seiring berjalannya waktu, Hotel Bandjer menjadi ikon penting dalam sejarah pariwisata di Banjarmasin, mencerminkan bagaimana kepariwisataan berkembang di bawah pengaruh kolonial Belanda.

Sebelum Kota Banjarmasin memperoleh status sebagai Gemeente (Kotamadya), Hotel Bandjer dikenal dengan nama Hotel Wiggers, yang merujuk pada nama seorang tokoh penting dari Jerman, C.F.W. Wiggers. Nama ini diduga diambil dari Hotel Wiggers yang ada di Bad Oldesloe, Jerman, meskipun hubungan pasti antara keduanya belum dapat dipastikan. Namun, menurut informasi yang terdapat dalam buku EGON’s Predecessors: Dutch Insurance Through 1870, C.F.W. Wiggers merupakan seorang tokoh yang mendirikan Nederlandsche Indische Levenverzekering en Lijvrente Maatschappij (NILLM) pada tahun 1859. Perusahaan ini kemudian menjadi cikal bakal dari Asuransi Jiwasraya yang dikenal saat ini. Wiggers juga pernah menjabat sebagai Presiden Direktur De Javasche Bank dari tahun 1863 hingga 1868.

Pada masa itu, kawasan sekitar Hotel Bandjer juga merupakan pusat kegiatan perdagangan dan ekonomi, yang terbukti dengan keberadaan Pelabuhan Banjarmasin yang masih berupa dermaga kecil, sebelum mengalami perluasan seperti yang ada sekarang. Keberadaan Kantor Pos dan rumah-rumah orang kaya di sekitar hotel menunjukkan bahwa kawasan ini memang menjadi pusat aktivitas masyarakat kelas atas pada masa penjajahan Belanda.

Seiring berjalannya waktu, perkembangan sektor pariwisata di Banjarmasin semakin pesat. Pada masa pemerintahan Belanda, untuk memudahkan wisatawan yang berkunjung ke Banjarmasin, pemerintah kolonial membentuk biro wisata yang dikenal dengan nama Vereeneging Toeristen Verkeer (VTV). Biro wisata ini resmi dibentuk antara tahun 1910 dan 1912, setelah keluarnya keputusan Gubernur Jenderal. Pada tahun 1926, cabang agen perjalanan pertama kali didirikan di Jakarta, tepatnya di Jalan Majapahit No 2, dengan nama Lissone Lindemend (Lislind). Kantor pusat agen ini berada di Belanda, dan pada tahun 1928, Lislind berganti nama menjadi Nederlandche Indische Touristen Bureau atau Nitour. Pada masa itu, kegiatan wisata lebih banyak didominasi oleh kaum kolonial kulit putih, sementara pribumi belum memiliki akses yang sama terhadap layanan wisata.

Wisata susur sungai di Banjarmasin, yang dulunya menjadi layanan eksklusif bagi wisatawan asing, kini dapat dinikmati oleh siapa saja, baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Salah satu tempat yang menjadi objek wisata favorit adalah kawasan Kuin, yang merupakan tempat pembuatan tanggui, penutup kepala khas Banjarmasin yang terbuat dari daun nipah kering. "Penjualnya ada di toko terapung di wilayah Kuin," ujar Mansyur, menambahkan bahwa wisatawan asing pada masa lalu sangat tertarik dengan kebudayaan lokal, seperti produk-produk kerajinan tangan yang dijual di tempat-tempat tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa wisata susur sungai di Banjarmasin tidak hanya menawarkan pengalaman berlayar di atas sungai, tetapi juga memberikan wawasan mengenai kebudayaan lokal yang masih bertahan hingga kini. Wisatawan dapat menikmati keindahan alam, sembari mempelajari kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang hidup di sepanjang sungai, serta memahami nilai sejarah yang ada di balik setiap sudut kota.

Banjarmasin saat ini terus berupaya untuk memajukan sektor pariwisatanya, dengan memperkenalkan wisata susur sungai sebagai salah satu daya tarik utama. Pemerintah kota juga berencana untuk menambah fasilitas wisata, seperti selter air yang dapat meningkatkan kenyamanan wisatawan saat melakukan perjalanan di sepanjang sungai. Langkah ini diharapkan dapat menarik lebih banyak wisatawan, baik domestik maupun internasional, yang ingin menikmati keindahan Banjarmasin dengan cara yang lebih autentik dan mendalam.

Sejarah panjang wisata susur sungai di Banjarmasin menunjukkan betapa pentingnya warisan budaya ini bagi identitas kota. Dari zaman penjajahan Belanda hingga era modern, wisata susur sungai tetap menjadi simbol kemajuan pariwisata yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat. Ke depannya, dengan adanya pengembangan fasilitas dan promosi yang lebih intensif, wisata susur sungai di Banjarmasin berpotensi menjadi destinasi unggulan di Indonesia, yang tidak hanya mengangkat sektor pariwisata, tetapi juga melestarikan nilai sejarah dan budaya yang ada.

Terkini