JAKARTA - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah bersama Polres Parigi Moutong memastikan tidak ditemukan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) dalam operasi penertiban yang dilaksanakan pada Kamis, 22 Mei 2025. Operasi ini digelar serentak di lima titik rawan pertambangan ilegal di wilayah Kabupaten Parigi Moutong dan melibatkan hampir 100 personel kepolisian.
Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah, Kombes Pol Djoko Wienarto, menyatakan bahwa upaya penyisiran dilakukan sebagai bagian dari komitmen aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti laporan masyarakat serta mendukung Program 100 Hari Presiden melalui inisiatif Asta Cita.
“Lima titik dilakukan penyisiran oleh polisi yang dipimpin langsung oleh Kapolres Parigi Moutong, AKBP Hendrawan Agustian Nugraha, namun tidak ada aktivitas PETI ditemukan,” ujar Kombes Djoko.
Penyisiran di Lima Titik Rawan PETI
Lima titik yang menjadi fokus patroli dan penertiban adalah wilayah yang selama ini kerap disebut dalam laporan masyarakat sebagai lokasi rawan tambang emas ilegal. Lokasi tersebut meliputi Desa Kayuboko dan Desa Air Panas di Kecamatan Parigi Barat, Desa Buranga di Kecamatan Ampibabo, Desa Sausu di Kecamatan Sausu, serta wilayah di Kecamatan Tinombo.
Dalam kegiatan tersebut, sebanyak 98 personel gabungan dari Polda Sulawesi Tengah dan Polres Parigi Moutong diterjunkan guna memastikan tidak ada kegiatan tambang ilegal yang berlangsung secara diam-diam.
“Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk keseriusan aparat kepolisian dalam merespons keluhan masyarakat serta untuk mencegah potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal,” lanjut Djoko.
Pemasangan Spanduk Imbauan dan Peringatan Hukum
Selain patroli dan pengamatan langsung, aparat kepolisian juga melakukan pemasangan spanduk di sejumlah lokasi yang pernah digunakan untuk aktivitas tambang ilegal. Spanduk tersebut berisi imbauan tegas untuk menghentikan praktik pertambangan tanpa izin.
“Isi spanduk itu tertulis ‘Astacita Program 100 Hari Presiden, Stop Illegal Mining. Setiap orang yang melakukan pertambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama lima tahun,’” kata Djoko menegaskan isi pesan yang dipasang di lokasi.
Imbauan tersebut disusun berdasarkan ketentuan hukum yang tertuang dalam Pasal 158 dan/atau 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam aturan itu dijelaskan bahwa pelaku pertambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan dikenai denda hingga Rp100 miliar.
Tidak Ada WNA atau Alat Berat yang Diamankan
Selama operasi penertiban, Polda Sulteng memastikan bahwa tidak ada warga negara asing (WNA), khususnya dari Tiongkok (China), yang diamankan. Hal ini menjawab isu liar yang sempat beredar di masyarakat mengenai dugaan keterlibatan WNA dalam tambang ilegal di wilayah tersebut.
“Dalam operasi penertiban PETI, aparat Kepolisian tidak mengamankan warga negara asing dan tidak ada alat berat yang diamankan,” tegas Djoko Wienarto.
Ia menambahkan, operasi ini berjalan kondusif dan tidak menemui perlawanan dari warga. Aparat lebih mengedepankan pendekatan preventif serta sosialisasi agar masyarakat memahami risiko hukum serta dampak lingkungan dari praktik tambang ilegal.
Komitmen Penegakan Hukum dan Edukasi Berkelanjutan
Polda Sulawesi Tengah menegaskan bahwa patroli dan penertiban akan terus dilakukan secara berkala, mengingat wilayah Parigi Moutong pernah menjadi sorotan nasional terkait maraknya aktivitas tambang ilegal. Djoko menyebut bahwa langkah ini sekaligus menjadi bentuk nyata implementasi Program 100 Hari Presiden dalam aspek perlindungan sumber daya alam.
“Patroli dan penertiban PETI merupakan bentuk keseriusan Polda Sulteng menindaklanjuti laporan atau keluhan masyarakat, sekaligus ini merupakan tindak lanjut program 100 hari Presiden sebagaimana dalam Astacita,” ujarnya.
Tidak hanya mengandalkan penindakan hukum, Polda Sulteng juga mendorong pendekatan edukatif dan kolaboratif bersama pemerintah daerah (pemda) dan dinas teknis terkait. Edukasi ini ditujukan kepada masyarakat lokal, koperasi, dan pelaku usaha untuk memahami pentingnya perizinan formal dalam kegiatan pertambangan.
“Polda berharap pemda setempat melalui dinas terkait dapat mengoptimalkan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat atau koperasi dan mendorong pengurusan perizinan penambangan secara legal atau izin usaha pertambangan rakyat (IPR),” ungkap Djoko Wienarto.
Dorongan Legalitas Melalui Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR)
Upaya penertiban tambang ilegal juga diimbangi dengan pembinaan agar masyarakat tidak kehilangan mata pencaharian. Polda Sulteng mendorong agar para penambang rakyat dapat difasilitasi untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR) secara legal sesuai ketentuan yang berlaku.
Langkah ini diyakini mampu menciptakan keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang kaya akan sumber daya tambang seperti Parigi Moutong.
“Kami percaya, jika masyarakat mendapatkan pemahaman yang tepat, mereka akan lebih memilih jalur legal karena akan membawa manfaat jangka panjang, baik dari sisi ekonomi maupun kelestarian lingkungan,” imbuh Djoko.
Operasi penertiban PETI yang dilakukan Polda Sulawesi Tengah dan Polres Parigi Moutong menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ditemukan kembali aktivitas tambang ilegal di lima titik rawan. Meski demikian, aparat berkomitmen tetap melakukan patroli dan monitoring untuk mencegah munculnya kembali aktivitas ilegal tersebut.
Dengan strategi gabungan antara penegakan hukum, edukasi, dan fasilitasi legalitas, diharapkan wilayah Parigi Moutong dapat terbebas dari ancaman kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal serta mampu membangun ekosistem pertambangan rakyat yang tertib hukum dan berkelanjutan.