JAKARTA - Kendati kini dikenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen, antusiasme masyarakat terhadap olahraga padel tetap tinggi. Fenomena ini menunjukkan bahwa minat publik terhadap olahraga yang menggabungkan unsur tenis dan squash itu tidak mudah tergoyahkan hanya karena kebijakan fiskal.
Giorgio Soemarno, pemilik Padel Pro Indonesia yang berlokasi di kawasan Kemang, Jakarta, melihat penetapan pajak hiburan tersebut sebagai hal yang wajar. Menurutnya, olahraga padel memang memiliki dimensi hiburan yang membuatnya layak berada dalam kategori jasa yang dikenai PBJT.
“Menurut saya sangat wajar padel dikenakan pajak hiburan, apalagi memang ada unsur hiburannya juga. Dari sisi bisnis, demand juga masih tinggi, jadi belum terlalu berpengaruh ke kami,” ujarnya.
Strategi Bisnis Tak Terganggu
Sejak awal, pihak Padel Pro Indonesia telah mengantisipasi kemungkinan penambahan pajak dengan menyelaraskan struktur tarif sewa lapangan. Dengan demikian, pelanggan tidak merasakan adanya lonjakan harga karena beban pajak telah diperhitungkan dari awal.
Tarif sewa lapangan padel di Padel Pro bervariasi tergantung waktu pemakaian. Untuk jam-jam off-peak antara pukul 10.00 hingga 16.00 WIB, harga sewa ditetapkan sebesar Rp350 ribu. Sementara untuk jam-jam sibuk, baik pagi maupun malam hari serta akhir pekan, tarifnya berada di angka Rp450 ribu. Harga tersebut sudah termasuk pajak hiburan.
“Kami memang sudah mengkalkulasi pajak ini dari awal. Jadi tidak perlu ada penyesuaian harga lagi saat pajak diterapkan,” jelas Giorgio.
Ia juga menyatakan bahwa pemberlakuan pajak hiburan terhadap olahraga seperti padel seharusnya dipahami secara menyeluruh, sebab cabang olahraga lain seperti tenis, futsal, hingga gym pun mengalami perlakuan serupa dari sisi perpajakan.
Dukungan dan Penyesuaian Regulasi
Meski pada awalnya terdapat sejumlah kendala administratif saat mengurus izin usaha dan pelaporan pajak, Giorgio menyampaikan apresiasinya terhadap Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta. Menurutnya, Bapenda memberikan pendampingan yang membantu pelaku usaha memahami mekanisme pajak hiburan secara praktis dan tidak memberatkan.
“Harapan kami, karena kami sudah taat membayar pajak, dana itu bisa digunakan untuk membangun Jakarta menjadi lebih baik, khususnya mendukung fasilitas olahraga dan gaya hidup sehat,” tuturnya.
Saat ini, Padel Pro Indonesia mengoperasikan enam lapangan dan melayani sekitar 100 pemesanan setiap harinya. Semua sistem reservasi dilakukan secara digital melalui aplikasi Courtside, yang memungkinkan pengguna memesan lapangan hingga pelatih secara praktis dan cepat.
Padel sebagai Olahraga Gaya Hidup
Di sisi pengguna, olahraga padel kini bukan hanya sebatas aktivitas fisik, melainkan telah menjadi bagian dari gaya hidup urban. Hal itu diungkapkan oleh Arti, seorang penggemar padel yang rutin bermain lebih dari tiga kali setiap pekan. Baginya, tingginya tarif sewa lapangan tidak menjadi penghalang, karena fasilitas dan kenyamanan yang diberikan sebanding dengan biaya tersebut.
“Soal pajak hiburan, sah-sah saja. Karena padel sudah menjadi bagian dari olahraga gaya hidup, seperti tenis dan squash,” ujarnya.
Arti menambahkan bahwa saat ini sangat sulit menemukan lapangan padel kosong di Jakarta. Kondisi ini mencerminkan tingginya permintaan, meskipun pilihan lapangan masih terbatas. Ia juga berharap agar pemerintah dapat lebih terbuka dalam mengelola dana pajak yang dihimpun dari sektor olahraga.
Harapan akan Pemerataan Fasilitas Olahraga
Bagi pelaku usaha maupun pemain, transparansi penggunaan dana pajak menjadi isu yang patut diperhatikan. Arti menilai, jika dana dari pajak hiburan dapat digunakan secara tepat sasaran, maka masyarakat pun akan mendapatkan manfaat langsung dalam bentuk fasilitas olahraga publik yang lebih merata.
Dengan minat masyarakat yang terus tumbuh dan adanya kepatuhan dari pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban pajak, olahraga padel berpotensi besar untuk terus berkembang di Indonesia, baik dari sisi industri maupun gaya hidup masyarakat urban.