JAKARTA - Inflasi Indonesia pada September 2025 mencatatkan kenaikan yang dipengaruhi komoditas harga bergejolak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi tahunan mencapai 2,65% (year-on-year/yoy) dan bulanan 0,21% (month-to-month/mtm).
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menjelaskan bahwa komoditas volatile goods menjadi kontributor terbesar inflasi tahunan, mencapai 6,44% yoy. Kenaikan harga cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, serta beras menjadi faktor dominan.
“Komoditas yang dominan memiliki andil terhadap inflasi adalah cabai merah, bawang merah, beras dan ayam daging ras,” ujar Habibullah.
Inflasi Berdasarkan Komponen Harga
Secara rinci, inflasi September 2025 terdiri dari tiga komponen utama. Inflasi inti tercatat 2,19% yoy dengan andil terbesar 1,41%, dipengaruhi komoditas seperti emas, minyak goreng, dan kopi bubuk.
Sementara inflasi harga diatur pemerintah mencapai 1,10% yoy dengan andil 0,21%. Faktor penyumbang utama adalah tarif air minum PAM di 13 wilayah, sigaret kretek mesin (SKM), serta bahan bakar rumah tangga.
Sedangkan harga bergejolak atau volatile goods mencapai 6,44% yoy dan berkontribusi sebesar 1,03% terhadap inflasi umum. Ini merupakan level tertinggi sejak Juni 2024.
Dominasi Cabai Merah dan Daging Ayam
Ekonom CORE, Yusuf Rendy Manilet, menekankan bahwa cabai merah dan daging ayam ras memiliki pengaruh terbesar pada inflasi harga bergejolak. Meski beras memiliki bobot besar dalam keranjang IHK, beras tidak menjadi pendorong utama.
“Beras justru mengalami deflasi secara bulanan sehingga berperan sebagai peredam inflasi pada bulan tersebut,” jelas Yusuf, Rabu, 1 Oktober 2025.
Bawang merah juga tercatat menekan inflasi bulanan, berbeda dengan peranannya dalam inflasi tahunan. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas bergejolak historis seperti cabai dan ayam lebih menentukan kenaikan inflasi tahunan kali ini.
Peran Beras dalam Inflasi Bulanan
Harga beras mencatat deflasi bulanan 0,13% pada September 2025 dibanding Agustus 2025. Andilnya terhadap inflasi bulan tersebut hanya 0,01%, menjadi deflasi kedua di tahun ini setelah terjadi pada April 2025.
Deflasi beras membantu menahan laju inflasi meski komoditas lain mengalami kenaikan harga signifikan. Kebijakan stabilisasi harga dan pasokan beras berperan sebagai mekanisme peredam inflasi sementara.
Gambaran Umum Inflasi Volatile Goods
Secara keseluruhan, kenaikan harga komoditas bergejolak menunjukkan dinamika pasar yang sensitif terhadap faktor musiman dan rantai pasok. Cabai merah, bawang merah, dan ayam ras menjadi indikator utama tekanan inflasi di sektor pangan.
Sementara itu, komoditas yang termasuk harga diatur pemerintah dan inflasi inti menunjukkan kontribusi lebih stabil. Perubahan harga emas, minyak goreng, dan tarif air minum PAM juga memengaruhi inflasi tahunan, namun tidak sefluktuatif volatile goods.
Dampak dan Strategi Penanganan
Kenaikan inflasi volatile goods memerlukan strategi stabilisasi harga yang lebih tepat sasaran. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan stok dan mengawasi distribusi pangan agar harga tidak bergejolak tajam.
Ekonom menekankan pentingnya diversifikasi pasokan dan intervensi regulasi untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah yang sangat terpengaruh oleh fluktuasi harga cabai dan daging ayam.
Inflasi September 2025 menunjukkan bahwa komoditas harga bergejolak menjadi faktor dominan, sementara beras dan bawang merah berperan menahan laju inflasi bulanan.
Cabai merah dan daging ayam ras menjadi indikator utama tekanan inflasi tahunan, sedangkan inflasi inti dan harga diatur pemerintah lebih stabil. Pemantauan pasokan dan kebijakan stabilisasi harga tetap menjadi kunci mengendalikan inflasi volatile goods ke depan.