JAKARTA - Industri udang Indonesia tengah bergerak ke arah yang lebih kompetitif. Di balik langkah ini, peran hatchery swasta atau unit pembenihan udang menjadi salah satu motor penggerak utama. Tidak hanya menopang ketersediaan benih berkualitas, kehadirannya juga dinilai mampu memperkuat posisi Indonesia di pasar global yang semakin ketat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun menyatakan dukungan penuh terhadap pengembangan hatchery swasta sebagai bagian penting dari strategi meningkatkan mutu benih, memperkuat daya saing, sekaligus mendorong ekspor udang nasional.
Peran Strategis Hatchery
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP TB Haeru Rahayu (Tebe) menjelaskan bahwa hatchery memegang peranan besar dalam rantai produksi udang.
"Pembenihan berkualitas berperan besar mendukung produktivitas udang nasional dari sisi hasil panen maupun daya saing," kata Tebe dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Hatchery sendiri merupakan fasilitas penetasan telur udang yang dirancang menghasilkan benur sehat, unggul, dan konsisten, sehingga budidaya di tahap berikutnya bisa berjalan optimal.
Contoh Konkret dari Lampung
Sebagai bentuk nyata dukungan, Tebe meninjau hatchery milik swasta Post Larva Haji Agus (PLHA) di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Menurutnya, keberadaan PLHA bukan hanya menjawab kebutuhan benih bermutu, melainkan juga membuka peluang kerja serta memberi manfaat nyata bagi masyarakat sekitar.
"Kehadiran Post Larva Haji Agus (PLHA) tidak hanya menjawab kebutuhan benih bermutu, tetapi juga membuka lapangan kerja dan memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Ini baik sekali untuk mendukung industri udang kita,” ujarnya.
Dampak Ekonomi dan Investasi
Tebe menekankan, keberhasilan industri udang tidak bisa dilepaskan dari kualitas benih. Karena itu, peningkatan investasi pada hatchery, penggunaan teknologi ramah lingkungan, dan kolaborasi erat antara pemerintah, asosiasi, serta pelaku usaha menjadi kunci memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Nilai pasar udang dunia sendiri mencapai 64,9 miliar dolar AS pada 2024 atau sekitar Rp1.077,9 triliun. Saat ini Indonesia menempati posisi kelima produsen udang terbesar setelah China, Vietnam, Ekuador, dan India. Negara-negara utama tujuan ekspor Indonesia mencakup Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan China.
“Negara-negara pembeli kini sangat ketat dalam menilai mutu dan ketertelusuran produk. Oleh karena itu, benih yang bermutu menjadi kunci menghasilkan udang berkualitas dan kompetitif di pasar global,” ujar Tebe.
Kontribusi Pelaku Usaha Lokal
Pemilik PLHA, Agus, mengungkapkan bahwa pembangunan hatchery dilakukan karena tingginya permintaan benih udang. Baginya, hatchery bukan sekadar bisnis, melainkan sarana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
PLHA telah menyerap lebih dari 60 persen tenaga kerjanya dari masyarakat lokal. Di samping meningkatkan produksi benih, perusahaan ini juga menunjukkan komitmen pada aspek lingkungan dengan membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Tidak hanya PLHA, Lampung juga menjadi rumah bagi hatchery lain, seperti usaha milik Uus di Kalianda, Lampung Selatan. Uus menuturkan bahwa keberhasilan hatchery miliknya tidak lepas dari penggunaan induk Udang Nusa Dewa, hasil inovasi Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya, Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIUUK) Karangasem.
Dengan teknologi itu, hatchery Uus mampu menghasilkan hingga 90 juta ekor nauplii udang Nusa Dewa per bulan, yang didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Aceh hingga pasar ekspor ke Singapura.
“Tingkat keaktifannya mencapai 90 persen. Bahkan ketika dibandingkan dengan benur dari Vietnam dan India, hasilnya tetap lebih unggul karena pertumbuhannya lebih rata dan stabil,” kata Uus.
Menuju Ekonomi Biru
Kebijakan pemerintah melalui KKP tidak berhenti pada dukungan pembenihan semata. Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya peningkatan produksi dan kualitas hasil perikanan melalui penerapan program ekonomi biru.
Strategi ini mencakup praktik budidaya berkelanjutan, pelestarian ekosistem, serta pemanfaatan teknologi ramah lingkungan agar sektor kelautan Indonesia bisa berkembang tanpa merusak lingkungan.
Melalui pendekatan ekonomi biru, hatchery swasta diposisikan sebagai bagian integral dari ekosistem industri perikanan yang modern, berdaya saing, dan bertanggung jawab.
Tantangan dan Harapan
Meski prospek cerah, tantangan tetap ada. Persaingan global, standar mutu yang semakin ketat, hingga isu lingkungan menuntut hatchery swasta untuk terus berinovasi. Dukungan pemerintah berupa regulasi, riset, dan fasilitas pengembangan menjadi sangat penting agar pelaku usaha lokal tidak tertinggal.
Namun, dengan sinergi kuat antara pemerintah dan swasta, industri hatchery diharapkan mampu mendorong Indonesia naik peringkat dalam daftar produsen udang dunia. Tidak hanya sekadar mengejar volume ekspor, tetapi juga memastikan bahwa produk udang Indonesia diakui karena kualitas dan keberlanjutannya.
Kehadiran hatchery swasta menjadi bukti bahwa sektor perikanan Indonesia terus bertransformasi menuju industri yang lebih modern, inklusif, dan ramah lingkungan. Dengan dukungan penuh KKP, kolaborasi multipihak, serta inovasi teknologi, hatchery bukan hanya penopang ketersediaan benih, tetapi juga motor daya saing ekspor udang Indonesia.
Jika pengembangan ini konsisten, maka cita-cita menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain utama di pasar udang global bukanlah sekadar wacana, melainkan kenyataan yang bisa dicapai.