JAKARTA - Pengembangan transportasi publik di Kota Mataram kembali menjadi perhatian utama dalam rapat pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Mataram. Meskipun sebelumnya sudah banyak wacana yang dilontarkan mengenai sistem transportasi massal, kenyataannya hingga kini belum ada implementasi yang konkret. Hal ini membuat banyak pihak, termasuk legislatif, merasa kecewa karena janji-janji tersebut belum terealisasi dengan baik. Salah satu yang menyoroti hal ini adalah Ketua Komisi I DPRD Kota Mataram, I Wayan Wardana, SH., yang menegaskan bahwa transportasi publik yang efektif harus menjadi prioritas nyata, bukan sekadar isu yang hanya dibicarakan tanpa tindakan lebih lanjut.
I Wayan Wardana mengungkapkan pentingnya pengembangan transportasi publik yang dapat mengatasi kemacetan yang semakin memburuk di Kota Mataram. Menurutnya, banyak kota besar di Indonesia yang telah berhasil mengoperasikan sistem transportasi massal dengan baik. Sebut saja Denpasar dengan program Sarbagita, Yogyakarta dengan Trans Jogja, dan Surabaya dengan Trans Surabaya. Keberhasilan sistem transportasi massal tersebut menjadi contoh konkret yang harus ditiru oleh Kota Mataram. “Kita pernah mendapatkan bantuan bus dan halte dari pemerintah pusat, tapi program itu tidak berjalan di sini. Di daerah lain seperti Denpasar, Jogja, Surabaya, itu jalan semua,” ujar Wardana.
Keberadaan transportasi publik yang baik dan layak menurut Wardana sangat penting untuk mengurangi kemacetan, terutama di jam-jam sibuk. Mataram, sebagai ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, menghadapi masalah lalu lintas yang semakin kompleks. Kemacetan ini tidak hanya mengganggu kenyamanan masyarakat, tetapi juga berdampak pada efisiensi waktu dan produktivitas warga. Oleh karena itu, sistem transportasi massal yang terorganisir dan efektif sangat diperlukan untuk meningkatkan mobilitas masyarakat dan mendukung perkembangan kota yang lebih maju.
Selain isu transportasi, Wardana juga menyoroti masalah lain yang tidak kalah penting, yakni penataan tata ruang kota. Ia mengungkapkan adanya kawasan yang berkembang tanpa pengawasan dan pengendalian yang memadai, seperti di daerah Repuk Kilang. Di kawasan tersebut, pembangunan perumahan terus berkembang pesat tanpa ada regulasi yang jelas, apakah legal atau ilegal. Wardana menyebutkan bahwa hal ini mencerminkan lemahnya penegakan hukum tata ruang yang ada di Kota Mataram. “Coba Bapak jalan ke arah timur, di kawasan Repuk Kilang itu, pembangunan perumahan semakin meluas. Legal atau ilegal, saya tidak tahu. Tapi ini jelas menunjukkan lemahnya penegakan hukum tata ruang di kita,” ungkapnya.
Pernyataan ini menggarisbawahi adanya ketidaktertiban dalam pengembangan kawasan-kawasan baru yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan. Pembiaran terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk yang dapat mendorong terjadinya pelanggaran serupa di wilayah lainnya. Wardana menegaskan bahwa pembiaran ini harus segera dihentikan dan pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk memastikan pembangunan di Kota Mataram tetap sesuai dengan ketentuan yang ada.
Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini juga menyinggung masalah yang tidak kalah penting, yaitu keseimbangan antara penetapan lahan pertanian abadi (LP2B) dan hak-hak petani. Ia mengingatkan pemerintah untuk tidak hanya menetapkan aturan yang menguntungkan pihak tertentu, tanpa memberikan kompensasi yang adil kepada petani yang terdampak. “Kalau pemerintah hanya menetapkan LP2B tanpa kompensasi, itu bukan negara yang berdaulat. Rakyat lah pemilik tanah yang sebenarnya. Jangan hanya berhenti di sosialisasi dan diskusi. Harus ada hasil nyata yang bisa diterapkan,” tegas Wardana.
Menurut Wardana, meskipun ada banyak kebijakan yang telah disosialisasikan kepada masyarakat, yang diperlukan sekarang adalah tindakan nyata yang dapat memberikan manfaat langsung bagi rakyat. Kebijakan yang sekadar berbentuk diskusi tanpa adanya penerapan yang jelas akan semakin membuat masyarakat merasa diabaikan. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah Kota Mataram lebih serius dalam menata kota dan menyusun kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup warga, baik dalam aspek transportasi, tata ruang, maupun pertanian.
Selain itu, masalah kawasan kumuh di tengah kota yang belum tertangani dengan baik juga menjadi sorotan dalam pembahasan ini. Wardana menyebutkan bahwa masih ada beberapa kawasan di pusat Kota Mataram yang kondisinya kumuh dan tidak tertata dengan baik, seperti kawasan Skid Row. Kawasan ini, menurutnya, harus segera mendapat perhatian serius agar tidak menjadi masalah besar di masa depan. “Di tengah kota kita masih ada kawasan seperti Skid Row yang kumuh dan tidak tertata. Ini harus jadi perhatian. Kalau tidak ditangani sekarang, ini akan jadi masalah besar di masa depan,” pungkas Wardana.
Kondisi kawasan kumuh di Mataram memang menjadi isu yang krusial dalam upaya menjadikan kota ini sebagai tempat yang layak huni bagi seluruh warganya. Selain faktor estetika, keberadaan kawasan kumuh ini juga bisa berpotensi menjadi pusat masalah sosial dan kesehatan. Oleh karena itu, penataan kawasan kumuh harus menjadi prioritas dalam rencana pembangunan Kota Mataram, agar tidak menambah beban sosial yang sudah ada.
Secara keseluruhan, dalam pembahasan RPJMD Kota Mataram, Wardana menegaskan bahwa pengembangan transportasi publik, penataan tata ruang, dan penyelesaian kawasan kumuh harus menjadi prioritas utama pemerintah. Kota Mataram tidak hanya harus fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus memastikan kualitas hidup masyarakat tetap terjaga melalui kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan. Mataram harus menjadi kota yang nyaman untuk dihuni, dengan sistem transportasi yang efisien, tata ruang yang teratur, dan lingkungan yang sehat.
Dengan adanya tekanan dari berbagai pihak, diharapkan pemerintah Kota Mataram dapat segera merealisasikan rencana pengembangan transportasi publik dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan kota lainnya agar masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara langsung. Diharapkan, wacana-wacana yang ada tidak hanya menjadi janji belaka, tetapi bisa menjadi kenyataan yang memberikan dampak positif bagi warga Kota Mataram.