JAKARTA - Maraknya kekhawatiran orang tua dan guru terhadap penggunaan gadget di kalangan anak-anak usia sekolah dasar semakin mencuat dalam diskusi publik. Kekhawatiran ini tak lepas dari fenomena yang kian nyata: anak-anak menjadi kurang fokus belajar, lebih banyak menghabiskan waktu bermain game, serta mengalami penurunan interaksi sosial secara langsung. Namun, pendekatan yang menempatkan gadget sebagai musuh utama dinilai tidak lagi relevan, apalagi di era digital yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak.
Dalam konteks ini, pendekatan pendampingan terhadap anak dalam menggunakan gadget dinilai jauh lebih efektif ketimbang pelarangan total. Sejumlah pakar pendidikan dan psikolog anak sepakat bahwa teknologi tidak seharusnya dihindari, melainkan digunakan secara bijak dan diarahkan secara tepat sesuai kebutuhan perkembangan anak.
Pendampingan Digital Jadi Solusi Lebih Relevan
Anak-anak yang lahir dan tumbuh di era digital menghadapi tantangan serta peluang yang berbeda dari generasi sebelumnya. Penggunaan gadget seperti tablet dan smartphone sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, menjauhkan anak-anak sepenuhnya dari perangkat digital justru bisa menimbulkan dampak sebaliknya, yaitu membuat mereka tidak mampu beradaptasi dengan dunia yang kian mengandalkan teknologi.
“Anak-anak sekarang hidup di dunia digital. Jika kita melarang gadget sepenuhnya, kita justru membuat mereka kehilangan kesempatan belajar keterampilan teknologi sejak dini,” ujar salah satu pendidik dalam laporan edukasi yang dikutip dari referensi.
Pendampingan berarti keterlibatan aktif orang tua dalam pengalaman digital anak, bukan hanya mengawasi, tetapi juga mendampingi saat anak menggunakan aplikasi atau mengakses konten tertentu. Misalnya, memilihkan aplikasi edukatif yang sesuai usia, menetapkan batas waktu penggunaan layar, serta membangun komunikasi tentang apa yang dilihat, ditonton, atau dimainkan oleh anak.
Dengan keterlibatan aktif, anak-anak dapat memahami bahwa gadget adalah alat bantu untuk belajar dan hiburan, bukan pengganti interaksi sosial maupun aktivitas fisik.
Literasi Digital Sejak Dini Sangat Diperlukan
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal juga memegang peran penting dalam membekali anak-anak dengan pemahaman literasi digital. Bukan hanya soal cara mengoperasikan perangkat, tetapi juga menyangkut etika digital, keamanan berinternet, serta kemampuan berpikir kritis terhadap informasi yang mereka temui secara daring.
Memasukkan pelajaran literasi digital ke dalam kurikulum sekolah dasar dinilai sebagai langkah strategis agar anak tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pelaku digital yang bertanggung jawab. “Sudah saatnya sekolah-sekolah memperkenalkan kurikulum literasi digital sejak dini, termasuk memahami risiko dan manfaat dari penggunaan teknologi,” lanjut sumber dalam laporan tersebut.
Guru pun didorong untuk menjadi fasilitator diskusi terbuka tentang dampak positif dan negatif dari gadget. Keterlibatan ini membantu anak mengembangkan kesadaran bahwa teknologi memiliki dua sisi, dan penggunaannya perlu disesuaikan dengan tujuan yang konstruktif.
Komunitas dan Orang Tua Harus Saling Dukung
Peran komunitas, seperti paguyuban orang tua murid atau kelompok diskusi pendidikan, menjadi sangat penting dalam mendukung pendekatan pendampingan. Melalui forum-forum ini, para orang tua bisa saling bertukar pengalaman dan strategi dalam menghadapi tantangan seputar penggunaan gadget pada anak.
Misalnya, berbagi informasi tentang aplikasi edukatif, cara mengatur waktu layar, hingga solusi menangani anak yang mulai menunjukkan tanda-tanda kecanduan gadget. “Dengan kolaborasi antara orang tua, sekolah, dan komunitas, pendekatan pendampingan menjadi lebih kuat dan terasa tidak berat dijalani,” tulis laporan tersebut.
Bentuk dukungan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga emosional. Seringkali orang tua merasa gagal saat anak sulit dikendalikan dalam penggunaan gadget. Padahal, tantangan tersebut juga dihadapi banyak keluarga lain. Melalui komunitas, orang tua mendapatkan rasa solidaritas dan solusi praktis dari pengalaman nyata.
Gadget Adalah Alat Netral, Pengguna yang Menentukan Dampaknya
Satu prinsip utama yang harus dipahami masyarakat adalah bahwa gadget bukan musuh. Perangkat digital bersifat netral yang menentukan manfaat atau bahayanya adalah cara penggunaannya. Maka, pendekatan bijak adalah dengan membimbing anak-anak agar menjadi pengguna yang sehat, cerdas, dan bertanggung jawab dalam menghadapi teknologi.
“Gadget bukan musuh. Ia netral. Yang membuatnya berdampak baik atau buruk adalah bagaimana dan untuk apa ia digunakan,” tulis laporan edukatif yang menjadi referensi utama berita ini.
Melarang total penggunaan gadget tidak menyelesaikan akar masalah. Sebaliknya, mendampingi anak dan memberikan alternatif yang lebih sehat serta mendidik bisa mengubah cara anak memandang teknologi. Misalnya, anak yang tadinya suka menonton video hiburan, bisa diarahkan untuk menyukai video eksperimen sains, animasi edukatif, atau permainan teka-teki logika yang merangsang otak.
Masa Depan Anak Bergantung pada Cara Kita Membimbing Mereka
Dalam jangka panjang, membangun kebiasaan sehat dalam penggunaan teknologi akan menjadi bekal penting bagi anak-anak untuk menghadapi tantangan masa depan. Di dunia yang makin digital, kemampuan mengelola teknologi secara bijak menjadi kompetensi yang sangat berharga.
Anak yang sejak kecil dibimbing dengan pendekatan pendampingan akan lebih mudah mengembangkan disiplin diri, empati digital, serta mampu memilah mana konten yang membangun dan mana yang harus dihindari.
Karena itu, pendekatan larangan tanpa arah hanya akan memperparah kebingungan anak dalam menghadapi dunia digital. Tugas orang tua dan pendidik bukanlah menjauhkan mereka dari teknologi, melainkan menjadi navigator yang menuntun mereka mengenali arah.
“Karena pada akhirnya, dunia digital adalah rumah mereka kelak, tugas kita adalah membimbing mereka menemukan arah,” tegas narasi dalam laporan edukatif tersebut.