JAKARTA - Meski dikenal sebagai salah satu metode kontrasepsi pria yang efektif dan bersifat permanen, vasektomi masih belum banyak diminati di Indonesia. Masyarakat cenderung lebih familiar dengan metode kontrasepsi seperti kondom untuk pria atau IUD dan pil KB untuk wanita. Rendahnya minat ini pun menjadi perhatian para dokter dan tenaga kesehatan, termasuk Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn), dr. Keven Pratama Manas Tali, Sp.OG.
Dr. Keven mengungkapkan bahwa partisipasi pria dalam program vasektomi masih tergolong sangat minim. Ia menyebut hal ini terjadi akibat berbagai faktor, mulai dari kurangnya pemahaman hingga ketakutan terhadap prosedur medis.
“Ya, minat terhadap vasektomi di Indonesia tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masih adanya stigma negatif serta ketidaktahuan tentang prosedur ini,” ujar dr. Keven yang juga praktik di RS Pantai Indah Kapuk.
Vasektomi dan Tingkat Nyeri
Salah satu kekhawatiran umum yang menghambat pria untuk menjalani vasektomi adalah rasa sakit yang mungkin ditimbulkan selama atau setelah prosedur. Namun, dr. Keven memastikan bahwa rasa sakit dari prosedur ini tergolong ringan karena menggunakan anestesi lokal.
“Tidak terlalu sakit karena dibius lokal,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa prosedur vasektomi hanya memerlukan waktu sekitar 15 hingga 30 menit dan bisa dilakukan secara rawat jalan. Setelah tindakan selesai, pasien tidak harus menginap di rumah sakit, melainkan dapat langsung pulang setelah pemantauan singkat oleh dokter.
Prosedur dan Bentuk Luka Pasca Operasi
Mengutip informasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Resti Mulyati, S.SiT menyebut bahwa vasektomi adalah prosedur bedah kecil yang tidak menyebabkan luka besar. Umumnya, hanya ada satu luka kecil di tengah atau dua luka kecil di sisi kanan dan kiri kantong zakar. Dengan teknik minimal invasif ini, pasien dapat pulih relatif cepat.
“Untuk bekas operasinya, hanya satu luka di tengah atau dua luka kecil di kanan dan kiri kantong zakar,” jelas Resti sebagaimana dikutip dari Kemenkes RI.
Pemulihan dan Anjuran Pasca Prosedur
Setelah menjalani vasektomi, pasien disarankan untuk beristirahat selama 1 hingga 2 hari guna mempercepat pemulihan. Selain itu, mereka juga diimbau untuk menghindari aktivitas fisik berat setidaknya selama satu bulan.
“Pasien biasanya akan dianjurkan untuk istirahat 1–2 hari dan tidak boleh beraktivitas berat selama satu bulan,” terang dr. Keven.
Terkait efektivitas sterilisasi, dr. Keven menekankan bahwa butuh waktu hingga tiga bulan pasca vasektomi agar tubuh benar-benar bebas dari sel sperma aktif. Oleh karena itu, selama masa transisi tersebut, pria yang telah menjalani vasektomi tetap disarankan untuk menggunakan kontrasepsi tambahan, seperti kondom, jika hendak berhubungan seksual.
“Untuk efektivitas steril, dibutuhkan waktu sampai tiga bulan,” ujar dr. Keven. “Jika hubungan seksual dilakukan sebelum waktu tersebut, sebaiknya tetap menggunakan kondom atau kontrasepsi tambahan.”
Efek Samping Jangka Pendek dan Panjang
Seperti prosedur medis pada umumnya, vasektomi juga memiliki potensi efek samping. Menurut dr. Keven, efek samping yang umum terjadi pasca vasektomi biasanya bersifat ringan dan hanya berlangsung sementara.
“Efek samping jangka pendek bisa termasuk pembengkakan, memar, atau nyeri ringan di area skrotum,” ungkapnya.
Sedangkan efek samping jangka panjang, meski jarang, tetap perlu diketahui oleh pasien sebelum menjalani prosedur ini. Salah satu efek jangka panjang yang mungkin muncul adalah granuloma sperma, yaitu benjolan kecil akibat kebocoran sperma yang terperangkap dalam jaringan sekitar. Selain itu, beberapa pasien juga bisa mengalami nyeri testis kronis.
Namun demikian, dr. Keven menegaskan bahwa vasektomi tidak memengaruhi kadar hormon testosteron pria. Fungsi seksual, termasuk kemampuan ereksi dan gairah seksual, juga tidak terganggu karena prosedur ini hanya memutus saluran sperma (vas deferens), tanpa mengubah produksi hormon atau fungsi testis.
“Vasektomi tidak memengaruhi hormon pria, kemampuan ereksi, atau gairah seksual, karena hanya memutus saluran sperma, bukan memengaruhi produksi testosteron,” tegasnya.
Edukasi dan Tantangan Sosial Budaya
Selain faktor medis, rendahnya minat vasektomi juga terkait dengan tantangan sosial dan budaya. Masih banyak anggapan keliru bahwa vasektomi membuat pria kehilangan ‘kejantanannya’ atau mengalami penurunan fungsi seksual. Padahal, berdasarkan penjelasan medis, anggapan ini sepenuhnya tidak berdasar.
Stigma sosial ini menuntut adanya edukasi lebih masif kepada masyarakat tentang manfaat dan keamanan vasektomi. Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, juga terus mendorong kesetaraan tanggung jawab dalam program keluarga berencana, tidak hanya dibebankan kepada perempuan, tetapi juga pria.
Langkah edukatif semacam ini sangat penting mengingat peningkatan partisipasi pria dalam program KB dapat memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan keluarga secara keseluruhan. Selain itu, vasektomi juga dianggap sebagai metode kontrasepsi permanen yang paling efektif bagi pria, dengan tingkat kegagalan yang sangat rendah.
Vasektomi merupakan salah satu pilihan kontrasepsi jangka panjang bagi pria yang efektif dan relatif aman. Dengan prosedur yang singkat, efek samping yang ringan, serta tidak memengaruhi fungsi seksual dan hormon pria, metode ini seharusnya bisa menjadi pilihan bagi pasangan yang tidak lagi menginginkan keturunan.
Namun demikian, tantangan berupa stigma sosial dan kurangnya edukasi menjadi faktor penghambat utama di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif dari tenaga kesehatan, pemerintah, dan masyarakat untuk mengedukasi serta menghapus stigma yang tidak berdasar mengenai vasektomi.
Dengan pemahaman yang benar, diharapkan lebih banyak pria yang tidak ragu untuk berpartisipasi dalam program keluarga berencana, demi menciptakan keluarga yang sehat dan sejahtera.