AI

AI dan Masa Depan Jurnalisme: Diskusi Reflektif di Bandar Lampung Soroti Peluang dan Ancaman bagi Kebebasan Pers

AI dan Masa Depan Jurnalisme: Diskusi Reflektif di Bandar Lampung Soroti Peluang dan Ancaman bagi Kebebasan Pers
AI dan Masa Depan Jurnalisme: Diskusi Reflektif di Bandar Lampung Soroti Peluang dan Ancaman bagi Kebebasan Pers

JAKARTA - Perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan (AI) terus menjadi perhatian berbagai kalangan, termasuk dalam dunia jurnalisme. Dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025, puluhan jurnalis dan aktivis muda di Lampung berkumpul dalam sebuah diskusi publik bertajuk "Membedah AI dan Masa Depan Jurnalistik", yang berlangsung pada Selasa, 6 Mei 2025, di Kopdit Mekar Sai, Pahoman, Kota Bandar Lampung.

Acara yang digagas oleh Lampung Geh Academy ini menghadirkan sedikitnya 50 peserta dari beragam latar belakang, mulai dari jurnalis profesional, pers mahasiswa, hingga perwakilan organisasi kepemudaan dan lembaga swadaya masyarakat (NGO) di Provinsi Lampung. Diskusi ini menjadi ruang reflektif sekaligus edukatif yang mengupas bagaimana teknologi AI mengubah lanskap kerja jurnalistik, serta bagaimana pelaku media harus bersiap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dari kemajuan teknologi tersebut.

AI Jadi Bagian Tak Terpisahkan dari Dunia Jurnalistik

Direktur Lampung Geh Academy, Arif Fianto, dalam sambutannya membuka diskusi dengan menegaskan bahwa AI bukan lagi sebuah konsep masa depan, melainkan sudah menjadi bagian integral dalam keseharian kerja-kerja digital, termasuk dalam jurnalisme.

“Kita adalah pelaku digital yang sudah menggunakan AI dalam keseharian. Maka, wajar jika AI menjadi bahan diskusi—apakah membawa dampak positif atau justru negatif bagi para pelaku media,” ujar Arif dalam pernyataannya.

Ia menambahkan bahwa forum ini diharapkan dapat menjadi medium pembelajaran bersama, terutama bagi generasi muda yang sedang tumbuh di tengah revolusi digital yang tak terbendung.

“Lampung Geh Academy berharap bisa menjadi forum belajar bersama, khususnya bagi generasi muda yang ingin memahami dinamika dunia digital dan jurnalistik,” tambahnya.

Diskusi tersebut menyoroti pemanfaatan AI dalam berbagai aspek jurnalisme modern—mulai dari produksi konten berbasis data, penggunaan chatbot dalam interaksi media, hingga alat bantu penulisan dan editing otomatis. Namun, Arif menggarisbawahi bahwa adopsi teknologi ini harus tetap dikawal dengan prinsip etika jurnalistik dan kontrol manusia yang kuat agar tidak mengaburkan nilai-nilai dasar jurnalisme.

Penurunan Indeks Kebebasan Pers Jadi Alarm

Isu lain yang turut mengemuka dalam diskusi adalah kondisi kebebasan pers di Indonesia. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma, menyampaikan keprihatinan atas turunnya posisi Indonesia dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia versi Reporters Without Borders (RSF), dari peringkat 111 ke 127 pada tahun 2025.

“AI menjadi isu penting karena bisa memengaruhi cara kerja jurnalis, bahkan cara media menyampaikan informasi kepada publik. Tapi kita juga harus tetap waspada terhadap berbagai tekanan, baik dari sisi politik, ekonomi, hingga keamanan digital,” ujar Dian dalam paparannya.

Ia menekankan bahwa perkembangan AI yang cepat ini perlu dibarengi dengan perlindungan yang kuat terhadap independensi media dan kebebasan berekspresi. Menurutnya, kebebasan pers tidak boleh dikorbankan oleh efisiensi algoritma atau intervensi dari kekuatan-kekuatan yang ingin memanipulasi informasi.

Dalam kesempatan tersebut, Dian juga menyerukan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat posisi jurnalis dan masyarakat sipil dalam menghadapi ancaman terhadap kebebasan informasi.

“AJI mengajak jurnalis muda dan berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga independensi dan integritas pers,” pungkasnya.

Menjawab Tantangan Masa Depan Jurnalistik

Diskusi ini berlangsung dalam suasana interaktif, dengan peserta aktif mengemukakan pandangan dan kekhawatiran mereka terhadap pengaruh teknologi dalam praktik jurnalisme sehari-hari. Sebagian besar peserta menyuarakan kekhawatiran akan kemungkinan tergesernya peran jurnalis manusia oleh mesin, serta potensi bias algoritma dalam menentukan prioritas berita.

Namun, tidak sedikit pula yang melihat AI sebagai peluang besar untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas jangkauan informasi. Teknologi seperti Natural Language Processing (NLP), voice-to-text, serta sistem otomatisasi konten dipandang dapat membantu jurnalis dalam mengelola informasi yang semakin kompleks dan cepat berubah.

Diskusi ini juga mempertegas pentingnya literasi digital, terutama bagi generasi muda dan jurnalis pemula, agar dapat bersikap kritis terhadap teknologi dan menggunakannya secara bertanggung jawab.

Bagian dari Rangkaian World Press Freedom Day 2025

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan World Press Freedom Day 2025 yang digelar serentak di berbagai kota di Indonesia. Tidak hanya diskusi publik, rangkaian kegiatan ini juga mencakup pemutaran film dokumenter tentang kebebasan pers, kompetisi penulisan artikel bertema pers dan teknologi, hingga kampanye media sosial yang bertujuan meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya menjaga ruang kebebasan berekspresi.

Tema besar tahun ini mengusung pentingnya adaptasi dunia pers terhadap teknologi, tanpa melupakan pondasi moral dan profesionalisme yang harus tetap dijaga. Dengan demikian, jurnalisme tetap bisa menjadi alat demokrasi yang kredibel dan berpihak pada kebenaran, bukan sekadar penghasil konten berdasarkan algoritma.

Mendorong Ruang Kolaboratif Jurnalis dan Masyarakat Sipil

Kegiatan ini juga menjadi bukti konkret bahwa kolaborasi antara komunitas jurnalis, akademisi, dan masyarakat sipil bisa menjadi kekuatan yang signifikan dalam merespons dinamika zaman. Di tengah tekanan politik dan dominasi platform digital raksasa, diskusi semacam ini diharapkan menjadi katalisator lahirnya ekosistem media yang sehat, berkelanjutan, dan inklusif.

Sebagaimana diungkapkan oleh Arif Fianto, penting untuk menciptakan ruang-ruang dialog dan pembelajaran bersama agar generasi muda tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga pelaku yang aktif dalam menjaga kualitas informasi di era digital.

Dengan hadirnya beragam perspektif dalam diskusi ini, mulai dari praktisi jurnalis hingga aktivis muda, peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Bandar Lampung menjadi lebih dari sekadar seremonial. Ia menjelma menjadi refleksi dan aksi nyata untuk membentengi jurnalisme dari ancaman yang muncul dari perkembangan zaman.

Diskusi “Membedah AI dan Masa Depan Jurnalistik” membuktikan bahwa teknologi dan kebebasan pers bukan dua kutub yang bertolak belakang. Keduanya bisa bersinergi bila dipahami secara utuh dan digunakan dengan prinsip etika yang kuat. Di tengah lonjakan inovasi dan ketidakpastian global, semangat kolaboratif dan kesadaran kritis menjadi kunci agar jurnalisme tetap hidup sebagai pilar demokrasi yang kokoh.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index