RUU Ketenagakerjaan Dorong Perlindungan Pekerja Digital Baru

Rabu, 01 Oktober 2025 | 13:34:14 WIB
RUU Ketenagakerjaan Dorong Perlindungan Pekerja Digital Baru

JAKARTA - Pekerja di sektor digital dan profesi baru kini menjadi sorotan. Wakil Presiden Partai Buruh, Said Salahuddin, mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan mencakup perlindungan hukum bagi pekerjaan yang belum diatur.

Dalam audiensi dengan DPR RI, Selasa, 30 September 2025, Said menegaskan kelompok seperti ojek online (ojol), kurir, pekerja platform digital, hingga konten kreator harus diakui sebagai pekerja resmi. "Mereka dianggap bukan pekerja, padahal ada pemberi kerja," ujarnya.

Pekerja Digital dan Medis Perlu Perlindungan Hukum

Menurut Said, perlindungan hukum tak hanya dibutuhkan oleh pekerja digital, tapi juga tenaga medis dan kesehatan. Mereka berjuang di garis depan pelayanan, namun belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk hak-haknya.

"Ini sangat menyedihkan. Mereka sudah berjuang demi kemanusiaan, tapi hak-haknya tidak muncul," kata Said. Usulan ini menjadi bagian penting revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Selain itu, profesi seperti awak kapal juga belum mendapat perlindungan formal di tingkat undang-undang. Saat ini, regulasi mereka hanya diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri.

Said menekankan bahwa banyak kelompok pekerja yang selama ini belum mendapatkan hak-haknya, padahal secara substansi mereka tergolong pekerja yang sah. RUU Ketenagakerjaan yang komprehensif dianggap sebagai solusi jangka panjang.

Dukungan Pemerintah dan DPR

Dalam audiensi tersebut, hadir pimpinan DPR, termasuk Wakil Ketua Sufmi Dasco Ahmad, serta sejumlah anggota Badan Legislasi (Baleg) dan Komisi IX DPR RI. Pemerintah juga mengirimkan perwakilan, yakni Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Hukum, dan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI).

Koalisi serikat buruh menyerahkan draf RUU Ketenagakerjaan yang mereka susun sendiri. Draf ini menjadi dasar diskusi agar revisi UU dapat segera dibahas dan mengakomodasi perlindungan pekerja yang selama ini terabaikan.

Langkah ini juga muncul karena ketidakjelasan DPR dan pemerintah pasca putusan Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2024, yang memicu kebutuhan untuk mempercepat pembahasan RUU Ketenagakerjaan.

"Sebelas bulan sudah berjalan sejak MK jatuhkan putusan di Oktober 2024, namun DPR belum memberikan kejelasan. Kami mengambil inisiatif untuk menuangkan masukan KSB-PB dalam satu naskah," kata Said.

Janji Presiden Percepat Pembahasan RUU

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah berjanji membahas RUU Perampasan Aset dan revisi UU Ketenagakerjaan. Pernyataan ini disampaikan Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea, setelah bertemu Prabowo, Senin, 1 September 2025.

Prabowo meminta Ketua DPR, Puan Maharani, untuk segera memproses kedua RUU tersebut. Hal ini menjadi tanda keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti isu ketenagakerjaan dan perlindungan pekerja.

Baleg DPR bersama pemerintah telah memasukkan revisi UU Ketenagakerjaan ke dalam Prolegnas Prioritas 2025. Dari 52 RUU yang menjadi prioritas, revisi UU ini menjadi salah satu yang mendapat perhatian utama karena dampaknya luas bagi tenaga kerja.

Pentingnya Perlindungan Pekerja di Era Digital

Dengan perkembangan ekonomi digital, profesi baru terus bermunculan. Namun, regulasi kerap tertinggal, sehingga pekerja berada dalam posisi rentan. RUU Ketenagakerjaan yang mencakup pekerja digital akan memberikan kepastian hukum, perlindungan hak, dan jaminan sosial.

Said menyarankan agar RUU juga mempertimbangkan rasio upah dan standar perlindungan bagi semua jenis pekerja. Hal ini diharapkan mengurangi kesenjangan antara pekerja tradisional dan pekerja platform digital yang belum teratur.

Selain itu, pengakuan formal bagi pekerja medis, kesehatan, dan awak kapal akan memperkuat sistem ketenagakerjaan nasional. Mereka akan mendapat hak pensiun, jaminan sosial, dan perlindungan hukum yang setara dengan pekerja lainnya.

Harapan Serikat Buruh

Koalisi serikat buruh menekankan, RUU yang jelas akan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Selain pengakuan status pekerjaan, revisi ini juga diharapkan mengatur hak-hak finansial, keselamatan kerja, dan perlindungan hukum yang setara.

Said menegaskan, pekerja adalah tulang punggung ekonomi. Dengan perlindungan hukum, mereka bisa bekerja lebih produktif, aman, dan terjamin hak-haknya. Pemerintah dan DPR diharapkan segera menindaklanjuti masukan ini.

Draf RUU yang diajukan koalisi serikat buruh kini menjadi acuan untuk pembahasan formal. Ke depan, revisi UU Ketenagakerjaan diharapkan menciptakan ekosistem kerja yang adil, modern, dan inklusif bagi semua profesi, termasuk yang berada di sektor digital.

Terkini