JAKARTA - Jumlah peserta yang mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) melalui BPJS Ketenagakerjaan mengalami lonjakan signifikan hingga 100 persen secara tahunan (year-on-year/YoY). Hingga 31 Maret 2025, tercatat sebanyak 35.000 pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah mengakses manfaat dari program JKP tersebut.
Kenaikan jumlah klaim ini disebut sebagai cerminan meningkatnya kesadaran pekerja terhadap manfaat perlindungan sosial, sekaligus menjadi sinyal bahwa dinamika ketenagakerjaan nasional masih diwarnai dengan tantangan, termasuk di antaranya kasus PHK massal yang terjadi di sejumlah perusahaan besar.
Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun, dalam konferensi pers di Plaza BPJAMSOSTEK, Kuningan, Jakarta Selatan, memaparkan bahwa jumlah klaim JKP yang mencapai 35.000 kasus itu termasuk di dalamnya berasal dari para pekerja yang terdampak PHK massal di PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex.
“Klaim kasus PHK, klaim JKP sudah mencapai 35.000 orang yang ter-PHK. Jumlah naiknya 100 persen secara year-on-year sampai akhir Maret 2025,” ujar Oni.
Dari total tersebut, sebanyak 10.000 klaim berasal dari pekerja Sritex, sementara 25.000 lainnya berasal dari berbagai perusahaan lain di seluruh Indonesia. Menurut Oni, tidak semua klaim yang diajukan pada periode Januari–Maret 2025 merepresentasikan PHK yang terjadi pada tahun berjalan. Sebagian pekerja mengajukan klaim atas PHK yang terjadi pada periode-periode sebelumnya.
“Data yang kami miliki berasal dari klaim JKP yang diajukan. Ada juga pekerja yang terkena PHK di tahun sebelumnya tetapi baru mengajukan klaim sekarang. Jadi angka 35.000 itu besar sekali, dan Sritex sendiri menyumbang 10.000 klaim,” jelasnya.
Program JKP sendiri dirancang untuk memberikan perlindungan finansial kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan, di mana peserta yang memenuhi syarat akan menerima manfaat berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, serta pelatihan ulang.
BPJS Ketenagakerjaan mencatat bahwa dari total 35.000 klaim tersebut, jumlah dana yang telah dibayarkan kepada para peserta mencapai Rp161 miliar. Angka ini meningkat 48 persen jika dibandingkan dengan nominal pembayaran pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Di tengah lonjakan klaim JKP, BPJS Ketenagakerjaan juga mencatat peningkatan pada program Jaminan Hari Tua (JHT). Hingga kuartal I-2025, tercatat sebanyak 854 ribu klaim JHT telah diproses, meningkat sebesar 26,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Total nominal yang dibayarkan kepada peserta JHT mencapai Rp13,1 triliun, naik 22,5 persen secara tahunan.
Fenomena ini menjadi refleksi bahwa semakin banyak peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan yang memanfaatkan hak-haknya, baik sebagai pekerja aktif maupun yang mengalami pemutusan hubungan kerja.
Kenaikan signifikan pada jumlah klaim JKP dan JHT sekaligus menunjukkan urgensi penguatan sistem jaminan sosial nasional di tengah dinamika ekonomi dan ketenagakerjaan pascapandemi. Industri-industri padat karya, seperti tekstil dan garmen, yang selama ini menjadi tulang punggung lapangan kerja, kini menghadapi tantangan berat akibat perubahan tren global, penurunan permintaan ekspor, dan tekanan biaya produksi.
Kasus PHK massal seperti yang terjadi di Sritex menjadi sorotan utama, mengingat perusahaan ini merupakan salah satu pemain besar di sektor tekstil nasional. Dengan 10.000 pekerja terdampak, Sritex menjadi penyumbang terbesar klaim JKP di kuartal pertama tahun ini.
Dalam konteks ini, BPJS Ketenagakerjaan terus berupaya memastikan proses klaim berlangsung transparan, cepat, dan sesuai prosedur, demi menjaga kepercayaan publik terhadap program perlindungan sosial negara.
Sementara itu, peningkatan pada JHT juga menjadi sinyal bahwa banyak pekerja yang memutuskan mencairkan dana simpanan mereka, baik untuk kebutuhan mendesak pasca-PHK, persiapan pensiun, atau kebutuhan lainnya.
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya telah menyatakan pentingnya optimalisasi program JKP agar benar-benar dapat menjadi jaring pengaman sosial yang kuat bagi pekerja. Selain itu, perlunya penguatan kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan lapangan kerja baru yang adaptif terhadap perubahan zaman, terutama di sektor digital dan manufaktur berbasis teknologi.
Ke depan, BPJS Ketenagakerjaan diharapkan tidak hanya berperan sebagai lembaga pengelola jaminan sosial ketenagakerjaan, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah dalam pembangunan SDM unggul dan pemulihan ekonomi nasional. Langkah-langkah seperti digitalisasi layanan, integrasi data kepesertaan, dan program pelatihan vokasi berbasis kebutuhan industri menjadi prioritas penting.
Selain itu, edukasi kepada para pekerja dan pemberi kerja soal manfaat JKP dan JHT terus digalakkan agar tingkat partisipasi aktif meningkat dan masyarakat pekerja lebih terlindungi dari risiko sosial ekonomi.
Secara keseluruhan, perkembangan terbaru ini menunjukkan bahwa sistem jaminan sosial yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan tetap relevan dan sangat dibutuhkan dalam konteks ekonomi saat ini. Namun, dibutuhkan strategi yang lebih agresif untuk memperluas cakupan kepesertaan, khususnya di kalangan pekerja sektor informal, seperti ojek online dan freelance.
“Udah gede banget kok 35.000 klaim JKP. Sritex tuh 10.000 sendiri kan, sisanya 25.000 dari perusahaan lain,” tegas Oni menutup keterangannya.