JAKARTA - Indonesia saat ini telah mengukuhkan diri sebagai kekuatan utama dalam industri nikel global. Berdasarkan laporan Mineral Commodity Summary 2025 dari US Geological Survey (USGS), Indonesia berhasil mencatatkan produksi nikel sebesar 2,2 juta metrik ton sepanjang 2024. Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan produksi nikel terbesar di dunia, menyumbang lebih dari separuh total produksi global. Dominasi ini menandai keberhasilan strategi pengelolaan sumber daya alam nasional, terutama dalam sektor minerba, yang didorong oleh hilirisasi dan pelarangan ekspor bijih mentah sejak 2014.
Transformasi Indonesia dari sekadar pengekspor bahan mentah menjadi pelaku hilirisasi industri, menghasilkan produk seperti nickel pig iron (NPI), feronikel (FeNi), hingga bahan baku baterai listrik, merupakan pencapaian penting. Investasi asing, terutama dari Tiongkok, turut mempercepat pertumbuhan smelter di wilayah seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua. Kontribusi industri nikel Indonesia dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik dunia menjadi bukti bahwa negeri ini memiliki posisi strategis dalam transisi energi global.
Tantangan Fiskal di Tengah Kejayaan Nikel
Meskipun sektor nikel berkembang pesat dan menjadi penggerak ekspor nasional, tantangan fiskal masih membayangi. Pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal guna menarik investasi dan mempercepat pembangunan smelter, seperti pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) hingga 20 tahun melalui skema tax holiday. Hal ini berdampak pada rendahnya kontribusi langsung sektor nikel terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dari sisi royalti, meskipun telah diterapkan sistem tarif progresif 14-19% berdasarkan harga jual, pendapatan negara dari sektor ini belum sebanding dengan nilai ekspor yang mencapai puluhan miliar dolar AS. Dengan kata lain, meskipun potensi luar biasa dimiliki, kebocoran penerimaan menjadi tantangan yang harus diatasi. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mengkaji skema kebijakan agar lebih berkeadilan dan menguntungkan bagi negara tanpa menghambat investasi.
Arah Kebijakan ESDM untuk Peningkatan Manfaat Nasional
Pemerintah, melalui ESDM, menyadari pentingnya menyeimbangkan antara mendatangkan investasi dan memastikan manfaat ekonomi dirasakan oleh negara dan rakyat. Oleh karena itu, langkah-langkah korektif dan kebijakan baru terus digulirkan. Salah satunya adalah penyesuaian insentif fiskal secara bertahap, peningkatan kapasitas pengawasan produksi, serta evaluasi terhadap efektivitas program hilirisasi.
ESDM juga terus mendorong transparansi dalam pelaporan produksi dan ekspor oleh perusahaan tambang. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pendapatan negara dapat dioptimalisasi melalui skema pajak dan royalti yang adil. Selain itu, pengembangan industri turunan nikel di dalam negeri menjadi perhatian utama agar menciptakan nilai tambah lebih besar dan memperluas lapangan kerja di berbagai daerah penghasil tambang.
Kontribusi Lapangan Kerja dan Pemerataan Ekonomi
Pertumbuhan industri nikel tidak hanya mendatangkan devisa, tetapi juga berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja di daerah. Pendirian smelter dan industri turunan telah membuka peluang kerja baru, baik secara langsung di sektor pertambangan maupun tidak langsung melalui rantai pasok logistik, transportasi, hingga industri jasa pendukung.
Data pemerintah menunjukkan bahwa proyek hilirisasi berpotensi menciptakan ratusan ribu lapangan kerja. Pemerataan pembangunan di wilayah timur Indonesia seperti Sulawesi dan Maluku juga menjadi prioritas, seiring dengan pembangunan infrastruktur energi dan kawasan industri berbasis mineral. Upaya ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, tetapi juga memperkuat struktur ekonomi nasional yang lebih inklusif.
Ruang Perbaikan dan Sinergi Kebijakan
Untuk memaksimalkan manfaat dari status Indonesia sebagai raja nikel dunia, sinergi antara kementerian teknis, pemerintah daerah, dan pelaku industri sangat diperlukan. Evaluasi terhadap pelaksanaan insentif dan penyesuaian regulasi harus terus dilakukan agar tidak menimbulkan ketimpangan antara kontribusi industri dan kebutuhan fiskal nasional.
ESDM juga menekankan pentingnya keberlanjutan lingkungan dalam aktivitas pertambangan. Setiap perusahaan tambang diwajibkan memenuhi aspek keberlanjutan dan tanggung jawab sosial, sebagai bagian dari komitmen jangka panjang dalam menjaga sumber daya alam dan lingkungan hidup.