JAKARTA — Presiden terpilih Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memperkuat lembaga yudikatif dengan cara meningkatkan kesejahteraan para hakim di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Prabowo menyusul sorotan tajam terhadap integritas hakim, usai mencuatnya kasus suap besar yang melibatkan empat hakim aktif, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam pernyataan publiknya pada Senin (14/4), Prabowo menekankan pentingnya kemandirian hakim sebagai benteng terakhir keadilan. Untuk itu, menurutnya, negara harus memastikan kualitas hidup para hakim meningkat signifikan agar mereka tak tergoda oleh praktik korupsi.
“Saya memang menaruh perhatian yang sangat besar sudah sejak lama terhadap para hakim. Saya berpendapat bahwa yudikatif kita harus sangat kuat,” kata Prabowo.
Lebih lanjut, Prabowo menyatakan bahwa dirinya sudah lama merancang peningkatan remunerasi bagi hakim. Ia meyakini bahwa peningkatan kesejahteraan akan berdampak langsung pada integritas dan keteguhan moral aparat peradilan.
“Dari dulu rencana saya ingin memperbaiki remunerasi penghasilan para hakim supaya menjadi sangat baik,” ujar Prabowo.
Ia juga menegaskan telah melakukan koordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri Sekretaris Negara untuk segera menaikkan gaji hakim secara signifikan.
“Agar para hakim tidak bisa disogok, tidak bisa dibeli, para hakim harus terhormat, mendapat perhatian dari negara, penghasilan yang memadai, sehingga dia punya harga diri yang sangat tinggi dan tidak perlu untuk cari tambahan. Itulah tekad saya,” tegas Prabowo.
Selain menaikkan gaji, Prabowo juga berjanji akan memberikan rumah dinas yang layak bagi para hakim di seluruh Indonesia. Ia menyebut bahwa pembangunan rumah dinas saat ini sedang diproses oleh Kementerian Perumahan.
“Saya juga kasih petunjuk, hakim harus punya rumah dinas yang layak. Ini sedang dikerjakan oleh Menteri Perumahan,” ucapnya.
Citra Peradilan Tercoreng oleh Kasus Suap
Namun di tengah janji penguatan lembaga yudikatif tersebut, dunia peradilan kembali diguncang oleh skandal korupsi. Kejaksaan menetapkan empat hakim aktif sebagai tersangka kasus suap bernilai puluhan miliar rupiah yang terkait dengan vonis lepas terhadap korporasi dalam perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Salah satu tersangka adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang dikenal sebagai institusi peradilan strategis di ibu kota. Penangkapan ini mencoreng kredibilitas lembaga peradilan yang selama ini diharapkan menjadi garda terakhir penegakan hukum di Indonesia.
Menanggapi kasus tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengaku kecewa dan menyayangkan perbuatan para hakim tersebut. Juru Bicara MA, Yanto, menegaskan bahwa pimpinan MA, khususnya Ketua MA Sunarto, telah berulang kali mengingatkan seluruh aparat peradilan untuk menjaga integritas.
“Berkali-kali pimpinan MA, khususnya Pak Sunarto (Ketua MA), selalu mengingatkan untuk tidak transaksional dan memberi contoh hidup sederhana,” kata Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA.
Yanto menambahkan bahwa MA secara internal telah melakukan pengawasan dan pembinaan, namun kerap kali masih kecolongan karena adanya oknum yang tetap melakukan pelanggaran.
Upaya Perbaikan Harus Komprehensif
Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Dr. Arif Darmawan, menilai bahwa janji Presiden Prabowo untuk memperbaiki kesejahteraan hakim merupakan langkah positif. Namun, ia menegaskan bahwa upaya tersebut harus diiringi dengan pengawasan ketat dan reformasi sistem rekrutmen serta promosi hakim.
“Remunerasi penting, tapi itu hanya satu bagian. Perlu juga perbaikan sistemik agar orang-orang yang masuk ke dunia peradilan adalah mereka yang punya integritas tinggi,” ujarnya saat dihubungi secara terpisah.
Arif juga menyarankan agar Komisi Yudisial diberi kewenangan lebih besar untuk mengawasi perilaku hakim secara menyeluruh, termasuk dengan membuka ruang partisipasi publik dalam proses pengawasan.
Menuju Lembaga Yudikatif yang Lebih Bersih
Janji Prabowo dan sorotan tajam terhadap kasus suap ini menjadi momen reflektif bagi dunia peradilan. Banyak pihak menilai bahwa momentum ini harus dijadikan titik balik untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, bukan hanya dari sisi penghasilan tetapi juga dari kultur hukum yang berlaku.
Dengan publik yang makin kritis terhadap perilaku aparat hukum, kredibilitas peradilan menjadi taruhan besar. Jika tidak segera dilakukan langkah konkret, ketidakpercayaan terhadap lembaga hukum akan terus menguat.
Presiden Prabowo pun menutup pernyataannya dengan ajakan kepada seluruh komponen bangsa untuk mendukung penguatan yudikatif demi Indonesia yang bersih dan berkeadilan.
“Kita ingin Indonesia tanpa korupsi. Dan itu harus dimulai dari peradilan yang kuat dan terhormat,” pungkasnya.