JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi mengeluarkan kebijakan tegas terkait pembayaran gaji ke-13 bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di tahun anggaran 2025. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2025 yang ditandatangani langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam beleid ini, pemerintah menetapkan sejumlah syarat ketat yang harus dipenuhi PPPK agar berhak menerima gaji ke-13, termasuk ketentuan terkait masa kerja minimum.
Gaji ke-13 merupakan salah satu bentuk penghargaan pemerintah atas pengabdian aparatur negara, termasuk PPPK. Namun, tidak semua PPPK akan mendapatkannya. Berdasarkan PMK 23/2025, PPPK yang belum genap bekerja selama satu bulan kalender sebelum tanggal 1 Juni 2025 dipastikan tidak akan menerima gaji ke-13. Dengan kata lain, mereka yang baru diangkat atau mulai bekerja mendekati bulan Juni 2025, secara otomatis tidak masuk dalam daftar penerima gaji ke-13 tahun ini.
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang demi menciptakan keadilan dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan negara. Gaji ke-13 hanya diberikan kepada PPPK yang telah memiliki masa kerja yang memadai, minimal satu bulan kalender sebelum batas waktu yang ditentukan. Aturan ini sekaligus menjadi upaya pemerintah untuk menegaskan komitmen terhadap tata kelola anggaran yang akuntabel dan bertanggung jawab.
Dalam PMK tersebut, disebutkan bahwa pembayaran gaji ke-13 akan dilakukan paling cepat pada bulan Juni 2025. Namun, jika hingga batas waktu tersebut belum dapat dicairkan karena alasan teknis atau administratif, maka pencairan akan dilakukan setelah Juni 2025, dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Adapun komponen yang termasuk dalam gaji ke-13 bagi PPPK meliputi:
Gaji pokok;
Tunjangan keluarga;
Tunjangan pangan;
Tunjangan jabatan atau tunjangan umum; dan
Tunjangan kinerja yang besarnya disesuaikan dengan pangkat, jabatan, kelas jabatan, atau peringkat jabatan masing-masing.
Salah satu pasal krusial dalam PMK 23 Tahun 2025 yang menjadi sorotan publik adalah Pasal 9 Ayat 24. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa PPPK dengan masa kerja kurang dari satu tahun tetap berhak menerima gaji ke-13, tetapi secara proporsional, yakni dihitung berdasarkan jumlah bulan kerja hingga bulan Mei 2025. Sementara itu, PPPK yang masa kerjanya kurang dari satu bulan sebelum 1 Juni 2025, tidak akan mendapatkan gaji ke-13 sama sekali.
Kebijakan ini memicu reaksi beragam di kalangan PPPK. Sebagian mengapresiasi ketegasan aturan yang memberi kejelasan dan transparansi, namun sebagian lain, khususnya mereka yang baru diangkat atau berstatus PPPK baru, merasa dirugikan karena tidak dapat menikmati insentif tahunan tersebut.
Langkah pemerintah dalam membatasi penerima gaji ke-13 secara selektif ini juga selaras dengan semangat efisiensi belanja negara. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia menghadapi tantangan fiskal yang cukup besar akibat tekanan ekonomi global dan beban pembiayaan proyek strategis nasional. Oleh karena itu, setiap belanja yang bersifat rutin dan massal seperti pemberian gaji ke-13 harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam penjelasan resmi menekankan bahwa gaji ke-13 diberikan sebagai bentuk penghargaan dan insentif atas kinerja dan loyalitas aparatur negara. “Pemberian gaji ketiga belas bertujuan mendukung kesejahteraan pegawai pemerintah serta mendorong semangat pelayanan publik menjelang tahun ajaran baru dan kebutuhan sosial lainnya,” ujar Sri Mulyani.
Namun, ia juga menegaskan bahwa hanya pegawai yang memenuhi kriteria administratif dan teknis yang akan menerima pembayaran tersebut. “Pemerintah harus menjamin bahwa pembayaran ini diberikan secara adil, tepat sasaran, dan sesuai aturan. Mereka yang belum bekerja secara efektif dalam jangka waktu yang ditentukan tidak masuk kriteria,” tambahnya.
Selain PPPK, kebijakan ini juga berlaku untuk seluruh aparatur sipil negara (ASN), baik di instansi pusat maupun daerah. Kementerian Keuangan juga telah menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah untuk menyesuaikan kebijakan lokal sesuai PMK 23/2025 dan memastikan proses pencairan dilakukan secara tertib dan tidak menimbulkan polemik di daerah.
Pembayaran gaji ke-13 ini akan didasarkan pada besaran penghasilan bulan Mei 2025. Oleh karena itu, data kepegawaian dan sistem penggajian per Mei menjadi patokan utama dalam proses perhitungan dan pencairan. Seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, diwajibkan untuk menyampaikan data pegawai yang valid dan terkini kepada Kementerian Keuangan.
Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir potensi kesalahan pembayaran atau keterlambatan dalam proses pencairan. Pemerintah juga mengingatkan agar para bendahara instansi dan pengelola keuangan melakukan verifikasi berlapis terhadap dokumen kepegawaian PPPK sebelum diajukan ke Kemenkeu.
Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin mendorong disiplin kepegawaian sejak awal masa kerja. PPPK yang baru direkrut diharapkan memahami bahwa hak-hak finansial seperti gaji ke-13 sangat bergantung pada kepatuhan administratif dan masa kerja aktif mereka.
Dengan disahkannya PMK 23 Tahun 2025, seluruh PPPK diimbau untuk segera melakukan pengecekan masa kerja dan kelengkapan data di unit kerja masing-masing. Terutama bagi mereka yang diangkat mendekati pertengahan tahun, agar tidak menaruh harapan berlebihan terhadap penerimaan gaji ke-13 jika belum memenuhi syarat sesuai aturan yang berlaku.
Secara keseluruhan, kebijakan Sri Mulyani melalui PMK Nomor 23 Tahun 2025 menjadi bentuk penegasan pemerintah dalam menegakkan prinsip tata kelola keuangan negara yang lebih efisien, akuntabel, dan berbasis kinerja. Gaji ke-13 tetap menjadi hak yang diberikan negara kepada pegawai, namun hanya kepada mereka yang secara sah memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan kebijakan yang telah ditetapkan tersebut, PPPK di seluruh Indonesia kini memiliki kepastian hukum terkait pemberian gaji ke-13 pada tahun 2025. Bagi yang tidak memenuhi persyaratan, keputusan ini menjadi pengingat pentingnya disiplin administrasi dan profesionalitas sejak awal pengangkatan sebagai abdi negara.