JAKARTA - Optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) menjadi aspek krusial dalam memperkuat kemandirian fiskal sebuah daerah. Salah satu sumber pendapatan yang penting bagi pemerintah daerah adalah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Pajak ini berfungsi tidak hanya sebagai alat untuk mengendalikan konsumsi energi, tetapi juga sebagai sumber penerimaan yang sangat berharga bagi daerah.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), pemerintah pusat melakukan beberapa penyesuaian dalam ketentuan mengenai PBBKB. Hal ini bertujuan untuk memperkuat sistem perpajakan daerah sekaligus mendukung keberlanjutan pembangunan melalui penerimaan pajak yang lebih optimal. Bagaimana PBBKB bekerja, apa saja objeknya, serta bagaimana mekanisme pengumpulan dan pembagian hasil pajak ini? Simak penjelasan mendalam berikut.
Apa Itu PBBKB?
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan bermotor dan alat berat. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 40 UU HKPD, PBBKB merupakan pajak daerah yang pemungutannya diatur dan diselenggarakan oleh pemerintah provinsi. PBBKB diterapkan pada penyerahan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB) oleh penyedia kepada konsumen yang menggunakan bahan bakar tersebut untuk kendaraan bermotor.
Bahan bakar yang dimaksud dalam PBBKB meliputi semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor dan alat berat. Pemungutan pajak dilakukan oleh penyedia BBKB, yang meliputi produsen dan/atau importir, baik untuk bahan bakar yang dijual kepada konsumen atau digunakan sendiri oleh penyedia tersebut.
Tarif dan Dasar Pengenaan PBBKB
Salah satu aspek yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana tarif PBBKB dihitung. Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam UU HKPD, tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Namun, untuk kendaraan umum, tarif PBBKB dapat ditetapkan paling tinggi 50% dari tarif untuk kendaraan pribadi. Pemerintah daerah juga diberikan fleksibilitas untuk menyesuaikan tarif ini, terutama pada jenis BBKB tertentu, dalam rangka stabilisasi harga yang ditetapkan melalui peraturan presiden.
“Sebagai bagian dari regulasi yang ditetapkan dalam UU HKPD, tarif PBBKB memang beragam tergantung pada jenis kendaraan dan bahan bakar yang digunakan. Hal ini memungkinkan pemerintah daerah untuk mengatur tarif sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ekonomi setempat,” ujar Direktur Jenderal Perpajakan Daerah, yang menyampaikan penjelasan mengenai fleksibilitas tarif ini dalam sebuah forum.
Dasar pengenaan pajak untuk PBBKB adalah nilai jual BBKB sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebagai contoh, jika harga jual BBKB adalah Rp10.000 per liter, dan tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi ditetapkan 5%, maka PBBKB yang dikenakan untuk 1 liter BBKB adalah sebesar Rp500.
Contoh Perhitungan PBBKB
Untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai perhitungan PBBKB, berikut adalah contoh yang diambil dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2024. Dalam peraturan tersebut, tarif PBBKB ditetapkan sebesar 5%. Sebagai ilustrasi, mari kita hitung PBBKB yang harus dibayar oleh seorang konsumen yang membeli bahan bakar jenis Pertalite.
Ilustrasi Perhitungan PBBKB:
Jenis BBKB: Pertalite
Harga jual (sebelum PPN): Rp10.000 per liter
Tarif PBBKB (Kendaraan Pribadi): 5%
Volume pembelian: 20 liter
Maka, penghitungan PBBKB terutang adalah sebagai berikut:
DPP BBKB: Rp10.000/liter (harga sebelum dikenakan PPN)
PBBKB per liter: Rp10.000 x 5% = Rp500
Total PBBKB (20 liter): Rp500 x 20 = Rp10.000
Dalam hal ini, konsumen yang membeli 20 liter Pertalite akan dikenakan PBBKB sebesar Rp10.000.
Mekanisme Bagi Hasil Pajak PBBKB
Dalam UU HKPD, terdapat ketentuan yang mengatur mekanisme bagi hasil pajak antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sebanyak 70% dari penerimaan PBBKB yang diterima oleh pemerintah provinsi wajib dibagihasilkan kepada kabupaten/kota di wilayahnya. Sedangkan 30% sisanya akan menjadi bagian dari provinsi.
"Pembagian hasil pajak PBBKB ini dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di kabupaten/kota. Sehingga, daerah-daerah yang memiliki lebih banyak kendaraan akan mendapatkan porsi lebih besar dalam pembagian hasil pajak tersebut,” jelas Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi, dalam konferensi pers terkait pelaksanaan PBBKB.
Ketentuan ini bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan yang adil dan merata antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Setiap daerah, terutama yang memiliki jumlah kendaraan bermotor yang lebih banyak, akan memperoleh kontribusi lebih besar dari penerimaan PBBKB yang dihimpun.
Peran PBBKB dalam Mendorong Kemandirian Fiskal Daerah
Penerapan PBBKB merupakan salah satu langkah penting dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sebagai sumber pendapatan yang cukup signifikan, pajak ini diharapkan dapat membantu daerah dalam membiayai berbagai program pembangunan, dari infrastruktur hingga pelayanan publik.
Keberhasilan implementasi PBBKB juga bergantung pada efisiensi pemungutannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu terus meningkatkan sistem pemungutan dan pengawasan untuk memastikan bahwa pajak ini diterima dengan baik oleh masyarakat dan tidak menimbulkan beban yang tidak wajar.
Seiring dengan perkembangan ekonomi dan kebutuhan energi yang terus berubah, pemerintah juga perlu melakukan evaluasi terhadap tarif dan mekanisme PBBKB secara berkala. Hal ini bertujuan agar PBBKB tetap relevan dengan kondisi pasar dan dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap PAD tanpa memberatkan masyarakat.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) merupakan salah satu instrumen penting dalam pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam UU HKPD. Dengan tarif yang fleksibel dan mekanisme bagi hasil yang proporsional, PBBKB diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi daerah. Dalam implementasinya, penting bagi pemerintah daerah untuk menjaga efisiensi dan transparansi dalam pemungutan serta memastikan bahwa pajak ini memberikan manfaat yang adil bagi seluruh masyarakat.
Melalui pemahaman yang lebih baik mengenai PBBKB, diharapkan semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah daerah, dapat bersama-sama mendukung keberhasilan program ini dalam mendorong kemandirian fiskal daerah.