Penerbangan

Penerbangan Domestik Sering Terlambat, Ini Penjelasan Lengkap Kemenhub dan Lion Air

Penerbangan Domestik Sering Terlambat, Ini Penjelasan Lengkap Kemenhub dan Lion Air
Penerbangan Domestik Sering Terlambat, Ini Penjelasan Lengkap Kemenhub dan Lion Air

JAKARTA - Keterlambatan penerbangan domestik di Indonesia kembali menjadi sorotan publik. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), tingkat ketepatan waktu atau on-time performance (OTP) penerbangan dalam negeri mengalami penurunan pada periode Januari hingga April 2025. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Lukman F. Laisa, dan Presiden Direktur Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi, memberikan penjelasan menyeluruh mengenai faktor-faktor penyebab keterlambatan serta solusi yang sedang diupayakan.

OTP Penerbangan Domestik Merosot

Kinerja OTP penerbangan domestik Indonesia tercatat sebesar 78,7 persen selama Januari hingga April 2025. Angka ini turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 79,73 persen. Bahkan, performa ini juga lebih rendah dibandingkan OTP rute internasional selama angkutan Lebaran 2025, yang tercatat 91,88 persen, sementara rute domestik hanya 83 persen dalam periode 21 Maret hingga 11 April 2025.

Kinerja OTP merupakan indikator penting dalam layanan penerbangan karena menunjukkan tingkat efisiensi dan ketepatan jadwal yang dijalankan oleh maskapai. Penurunan OTP menunjukkan adanya tantangan yang masih belum terselesaikan dalam pengelolaan penerbangan di dalam negeri.

Cuaca dan Faktor Teknis Jadi Penyebab Utama

Menurut Kemenhub, ada beberapa faktor utama yang memicu keterlambatan penerbangan domestik. Penyebab paling dominan adalah faktor cuaca, disusul dengan kendala teknis operasional dan internal maskapai. Gangguan cuaca ekstrem, terutama hujan lebat dan badai petir, sangat berpengaruh pada jadwal penerbangan, khususnya di wilayah-wilayah rawan seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Selain cuaca, faktor operasional juga memegang peranan penting dalam keterlambatan penerbangan. Permasalahan seperti rotasi pesawat yang tidak optimal, keterlambatan kru, serta jadwal penerbangan yang terlalu padat di bandara tertentu turut memperburuk performa OTP.

Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, telah mengeluarkan sejumlah regulasi guna mengatasi persoalan ini. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan, yang menekankan pentingnya manajemen delay secara terstruktur. Selain itu, Kemenhub juga menetapkan Permenhub Nomor 2 Tahun 2025 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional maskapai.

Lion Air Soroti Masalah Konektivitas Antarterminal

Dari sisi maskapai, Lion Air Group mengakui bahwa cuaca memang menjadi faktor yang paling sering menyebabkan keterlambatan. Namun, Presiden Direktur Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi, menambahkan bahwa ada persoalan lain yang juga signifikan, yakni konektivitas antar terminal di bandara, terutama di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang.

Di bandara ini, perbedaan terminal antar maskapai menjadi tantangan tersendiri bagi penumpang yang melakukan transit. Sebagai contoh, penumpang dari Medan menuju Jayapura mungkin harus transit di Jakarta, dengan Lion Air mendarat di Terminal 1A dan Garuda Indonesia berangkat dari Terminal 3. Jarak antarterminal yang cukup jauh menyulitkan koneksi antarpenerbangan dan berpotensi menyebabkan keterlambatan lanjutan.

Daniel juga menyoroti bahwa meskipun Bandara Soekarno-Hatta telah dilengkapi dengan kereta layang (skytrain), fasilitas tersebut belum berfungsi maksimal karena lokasinya berada di luar area terminal utama. Hal ini membuat proses perpindahan antar terminal menjadi tidak efisien.

Solusi yang Didorong: Desain Ulang dan Integrasi Transportasi Bandara

Untuk mengatasi masalah keterlambatan akibat konektivitas terminal, Lion Air menyarankan agar desain dan sistem transportasi internal bandara ditinjau ulang. Skytrain seharusnya didesain agar lebih terintegrasi dengan area dalam terminal, seperti yang diterapkan di berbagai bandara internasional di dunia.

Dengan peningkatan konektivitas antar terminal, proses transit akan berjalan lebih cepat dan efisien, mengurangi potensi keterlambatan bagi penumpang yang harus berganti pesawat lintas maskapai. Ini terutama penting mengingat banyak agen perjalanan daring (online travel agent) kini menawarkan paket perjalanan dengan koneksi antar maskapai yang berbeda.

Bila tidak ditangani dengan baik, keterlambatan akibat konektivitas ini bisa berkontribusi besar terhadap akumulasi delay di berbagai maskapai, khususnya pada jam-jam sibuk. Oleh karena itu, desain ulang sistem konektivitas bandara menjadi kebutuhan mendesak.

Pemerintah Diminta Evaluasi Infrastruktur dan Layanan Bandara

Kritik juga muncul terhadap kualitas fasilitas bandara dalam negeri, yang dianggap masih tertinggal dibandingkan dengan bandara internasional. Bandara di luar negeri dinilai memiliki sistem manajemen penumpang dan fasilitas yang lebih baik, yang mendukung efisiensi tinggi dan ketepatan waktu penerbangan.

Bandara internasional biasanya menyediakan koneksi antar terminal yang cepat, ruang tunggu yang luas, serta sistem informasi penerbangan yang real-time dan terintegrasi. Hal ini memudahkan penumpang dan maskapai untuk menjalankan operasional tanpa gangguan signifikan.

Sebaliknya, banyak bandara di Indonesia masih menghadapi masalah klasik seperti antrean panjang, minimnya informasi real-time, dan koordinasi yang belum optimal antara otoritas bandara dan maskapai penerbangan. Kondisi ini diperparah ketika terjadi lonjakan penumpang, misalnya saat musim mudik atau libur panjang.

Evaluasi Sistem Tiket Transit oleh Agen Perjalanan

Selain infrastruktur, sistem penjualan tiket oleh agen perjalanan juga perlu mendapat perhatian khusus. Tiket yang menggabungkan beberapa maskapai berbeda dalam satu perjalanan sangat berisiko menimbulkan delay jika tidak dilengkapi waktu transit yang cukup. Agen perjalanan seharusnya memberikan edukasi kepada konsumen mengenai potensi risiko tersebut serta memberikan opsi waktu transit yang realistis.

Penumpang yang tidak memahami seluk-beluk pengaturan jadwal dan terminal kerap kali terlambat naik pesawat berikutnya, yang akhirnya berdampak pada jadwal keberangkatan maskapai lainnya. Situasi ini bukan hanya merugikan individu, tetapi juga mengganggu keseluruhan jadwal maskapai.

Fenomena keterlambatan penerbangan domestik di Indonesia merupakan hasil dari kombinasi kompleks antara cuaca ekstrem, operasional maskapai, serta infrastruktur bandara yang belum optimal. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menetapkan regulasi untuk memperbaiki sistem manajemen keterlambatan. Namun, implementasi di lapangan masih membutuhkan sinergi antara pengelola bandara, maskapai, serta agen perjalanan.

Di sisi lain, maskapai seperti Lion Air menilai perlu adanya pembenahan mendasar terhadap sistem konektivitas antar terminal dan fasilitas transportasi bandara. Jika tidak segera diperbaiki, hal ini bisa terus menjadi pemicu keterlambatan yang akan mengganggu kenyamanan dan kepercayaan penumpang.

Dengan pertumbuhan penumpang udara yang terus meningkat setiap tahunnya, sudah saatnya seluruh pihak yang terlibat dalam industri penerbangan mengambil langkah konkret untuk menciptakan sistem penerbangan domestik yang lebih efisien, handal, dan tepat waktu.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index